Rabu, 26 Oktober 2016
Teknik-teknik Bimbingan Kelompok
TEKNIK-TEKNIK BIMBINGAN KELOMPOK
Penggunaan teknik dalam kegiatan bimbingan kelompok mempunyai banyak fungsi selain dapat lebih memfokuskan kegaiatan bimbingan kelompok terhadap tujuan yang ingin dicapai tetapi juga dapat membuat suasana yang terbangun dalam kegiatan bimbingan kelompok agar lebih bergairah dan tidak cepat membuat siswa jenuh mengikutinya, seperti yang dikemukakan oleh Tatiek Romlah (2001: 86) “Bahwa teknik bukan merupakan tujuan tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok yaitu, antara lain :
1. Teknik pemberian informasi (expository)
Teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup tiga hal, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, penilaian. Keuntungan teknik pemberian informasi antara lain adalah : (a) dapat melayani banyak orang, (b) tidak membutuhkan banyak waktu sehingga efisien, (c) tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas, (d) mudah dilaksanakan disebanding dengan teknik lain. Sedangkan kelemahannya adalah antara lain : (1) sering dilaksanakan secara menolog, (2) individu yang mendengarkan kurang aktif, (3) memerlukan ketrampilan berbicara, supaya penejelasan menjadi menarik.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, pada waktu memberikan informasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Sebelum memilih teknik pemberian informasi, perlu dipertimbangkan apakah cara tersebut merupakan cara yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan individu yang dibimbing.
b) Mempersiapkan bahan informasi dengan sebaik-baiknya.
c) Usahakan untuk menyiapkan bahan yang dapat dipelajari sendiri oleh pendengar atau siswa.
d) Usahakan berbagai variasi penyampaian agar pendengar menjadi lebih aktif .
e) Gunakan alat bantu yang dapat memperjelas pengertian pendengar terhadap layanan yang disampaikan.
2. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan. Dinkmeyer dan Munro dalam Romlah (2001: 89) menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok yaitu : (1) untuk mengembangkan terhadap diri sendiri, (2) untuk mengembangkan kesadaran tentang diri, (3) untuk mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antar manusia.
3. Teknik pemecahan masalah (problem solving)
Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana pemecahan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah :
a) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
b) Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah
c) Mencari alternatif pemecahan masalah
d) Menguji masing-masing alternative
e) Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan
f) Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai
4. Permainan peranan (role playing)
Bennett dalam Tatiek Romlah (2001: 99) mengemukakan : bahwa permainan peranan adalah suatau alat belajar yang mengambarkan ketrampilan-ketrampilan dan pengertianpengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel denga yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Didalamnya Bennett menyebutkan ada dua macam permainan peranan, yaitu sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Sedangkan kedua adalah psikodrama adalah permainan yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya.
5. Permainan simulasi (simulation games)
Menurut Adams dalam Romlah (2001: 109) menyatakan bahwa permainam simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi- situasi yang terdapat dalam kehidupan sebenarnya. Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan permainan peranan dan teknik diskusi.
6. Home room
Home room yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas dalam bentuk pertemuan antara guru dengan murid diluar jam-jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu.
Dalam program home room ini hendaknya diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat mengutarakan perasaannya seperti dirumah.
Dalam kesempatan ini diadakan tanya jawab, menampung pendapat, merencanakan suatu kegiatan, dan sebagainya.
7. Karyawisata/ field trip
Kegiatan rekreasi yang dikemas denga metode mengajar untuk bimbingan kelompok dengan tujuan siswa dapat memperoleh penyesuaian dalam kelompok untuk dapat kerjasama dan penuh tanggungjawab. Metode karyawisata berguna bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam lingkungan beserta segala masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai sejarah/kebudayaan tertentu
Teknik-teknik Bimbingan Kelompok
Teknik-teknik bimbingan kelompok adalah cara-cara bagaimana kegiatan bimbingan kelompok dilaksanakan Kegiatan bimbingan kelompok menggunakan basis kurikuler dan sebagian besar kegiatannya berupa kegiatan di kelas dengan menggunakan kegiatan pemberian informasi, tanya jawab, diskusi, dan kegiatan latihan dalam kelompok-kelompok kecil, maka aktivitas siswa dalam kegiatan-kegiatan itu sangat penting. Teknik bukan merupakan tujuan tetapi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan bimbingan.Berikut ini adalah beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, yaitu antara lain:
• Pemberian informasi atau ekspositori
• Diskusi kelompok
• Pemecahan masalah
• Penciptaan suasana kekeluargaan
• Permainan peranan
• Karyawisata
• Permainan simulasi
2. Teknik pemberian informasi
Teknik pemberian informasi tidak asing lagi bagi kita karena sering juga disebut dengan metode ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara kepada sekelompok pendenggar. Bisa juga diberikan secara tertulis misal pada papan bimbingan, majalah sekolah, rekaman, selebaran,vedeo, dan film.
Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup tiga hal
1. perencanaan
2. pelaksanaan
3. penilaian (Jascobsen,dkk.1985 dalam Tatiek Romlah MA)
keuntungan-keuntungan teknik pemberian informasi : dapat melayani banyak orang, tidak membutuhkan banyaaak orang sehingga efisien, tidak terlalu banyak menggunakan fasilitas untuk melaksanakannya,mudah dilaksanakan, jika pembicara pandai menggunakan gambar dengan kata-kata bahannya akan menjadi menarik.
Kelemahanya teknik pemberihan informasi adalah: bisanya ada pertolongan sehingga membosankan, individu yang mendengar kurang aktif, memerlukan keterampilan untuk berbicara supaya penjelasan menjadi menarik.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pemberian informasi:
1. perlu dipikirkan dulu apakah cara yang digunakan tepat untuk diberikan pada individu-individu yang dibimbing
2. menyiapkan bahan informasi sebaik-baiknya
3. menyiapkan bahan sendiri sehingga sipelajar dapat mempelajarinya
4. usahakan berbagai variasi penyampaian agar pendengar menjadi lebih aktif.
5. gunakan berbagai alat bantu yang dapat memperjelas pengertian pendengar terhadap bahan yang disampaikan.
3. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah : percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, dibawah pimpinan seorang pemimpin.
4. Teknik pemecahan masalah
Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah :
1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah
2. Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah
3. Mencari alternatif pemecahan masalah
4. Menguji kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan masing-masing alternatif
5. Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan
6. mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai (Zastrow, 1987 dalam Tatiek Romlah MA)
5. Permainan Peranan
Istilah permainan peranan mempunyai empat macam arti
1. besifat sandiwara
2. sesuatu yang bersifat sosiologis, atau pola-pola perilaku yang ditentukan oleh norma-norma sosial
3. suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan dimana seseorang berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya diharapkan, dirasakan atau diinginkan
4. sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan
6. Permainan Simulasi
Bermain adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan, bersifat kompetitif, atau kedua-duanya. Jadi permainan dapat disebut sebagai alat untuk mengembangkan pengenalan terhadap lingkungan. Menurut adams (1973) dalam tatiek romlah permainan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya.
7. teknik penciptaan suasana kekeluargaan
penggunaan teknik homoroom untuk bimbingan kelompok mempunyai beberapa keuntungan. Pietrofesa,dkk(1980) dalam tatiek romlah mengemukakan keuntungan-keuntungannya adalah sebagai berikut:
a) karena siswa mengikuti kigiatan “homeroom” yang dipimpin oleh guru atau konselor tertentu selama satu tahun atau lebih maka kontiniutas dan kemajuan kegiatan bimbingan dapat direncanakan dengan lebih baik.
b) Waktu yang lama dalam mengikuti kegiatan “homeroom” memungkinkan untuk membina kepercayaan dan kohesivitas kelompok, yang merupakan elemen-elemen penting untuk bimbingan kelompok yang efektif
c) Bila kegiatan homeroom diorganisasikan sesuai dengan tingkat kelas siswa, maka dapat diprogramkan kegiatan-kegiatan bimbingan kelompok yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d) Apabilah struktur kegiatan homeroom dilaksanakan di seluruh sekolah, ,maka program kegiatan bimbingan yang terkoordinasi dapat dilaksanakan.
8. Karyawisata
Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk mengunjungi obyek-objek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus
ASPEK EMOSI DALAM KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa dan emosi. Hidup manusia diwarnai dengan emosi dan berbagai macam perasaan. Manusia sulit menikmati hidup secara optimal tanpa memiliki emosi. Manusia bukanlah manusia, jika tanpa emosi. Kita memiliki emosi dan rasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita sebagai manusia.
Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara alami mamiliki emosi. Menurut James (Purwanto dan Mulyono, 2006) emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh. Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak sejarah nyata pada perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika seseorang diliputi emosi marah, wajahnya memerah, napasnya menjadi sesak, otot-otot tangannya akan memegang, dan energi tubuhnya memuncak.
Proses kemunculan emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis. Proses kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa, yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimuus tersebut kemudian ditangkap oleh reseptor kita, lalu melalui otak, kita menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai kejadian. Interpretasi yang kita buat kemudian memunculkan perubahan internal dalam tubuh kia. Perubahan tersebut misalnya, napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap, dan perubahan tekanan darah kita.[1]
Seseorang kadang-kadang masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda-tanda kejasmanian seperti wajah memerah ketika marah, air mata berlinang ketika sedih atau terharu (Walgito, 1994).
BAB II
PEMBAHASAN
ASPEK EMOSI DALAM KONSELING
Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap perilaku individu yang berupa perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi situasi tertentu. Interaksi antara kognisi, emosi dan tindakan mencerminkan satu sistem hubungan sebab akibat. Kata emosi berasal dari bahasa Latin “emovere” yang artinya bergerak keluar. Emosi adalah rasa dan atau perasaan yang membuatkecenderungan yang mengarah terhadap sesuatu yang secara intuitif dinilai hal yang baik atau bermanfaat, atau menjauhi dari sesuatu yang secara intuitif dinilai buruk atau berbahaya. Tindakan itu dikenal oleh pola-pola perubahan fisiologis sejalan dengan mendekati atau menghindari obyek, pola tindakan berbeda antara emosi yang berbeda.
Maksud setiap emosi adalah untuk menggerakkan individu untuk menuju rasa aman dan pemenuhan kebutuhannya serta menghindari sesuatu yang merugikan dan menghambat pemenuhan kebutuhan. emosi dasar sangat diperlukan oleh individu untuk memperoleh kelestarian hidup karena emosi berkontribusi terhadap kestabilan seluruh kehidupannya. Sebagai contoh orang membutuhkan cinta, tetapi ia pun perlu merasakan pula sakit hati (hurt) yang mengajarnya untuk menghadapi situasi yang membahayakan, takut (fear) yang mengantisipasi dan isyarat akan adanya bahaya, marah (anger) yang memindahkan hambatan untuk mencapai pemuasan kebutuhan, rasa bersalah (guilt) yang menolong untuk menghindari sesuatu yang dapat melukai dirinya.[2]
Emosi berasal dari kata e yang berarti energi dan motion yang berarti getaran. Emosi kemudian bisa dikatakan sebagai sebuah energi yang terus bergerak dan bergetar (Chia, 1985). Emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Emosi yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan bertindak (Goleman, 1997).
Menurut Chaplin (2002) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dan perubahan perilaku. Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Misalnya kalau orang mengalami ketakutan mukanya menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya perubahan-perubahan kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang bersangkutan (Walgito, 1994). [3]
Craw & craw (1962) mengartikan bahwa emosi merupakan “suatu keadaan yang berkejolak pada diri individu yang difungsi/berperan sebagai inner adjusdment (penyesuain dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.[4]
Pada dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya yaitu, a) emosi positif atau biasa disebut dengan afek positif ialah memberikan dampak yang menyenangkan dan menenangkan. Misalnya, tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru, dan lain sebaginya. Ketika kita merasakan emosi positif ini, kita pun akan merasakan keadaan psikologis yang positif, b) emosi negatif atau afek negatif ialah ketika kita merasakan emosi negatif ini maka dampak yang kita rasakan adalah negatif pula, tidak menyenangkan dan menyusahkan. Misalnya, sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi marah, dendam, dan sebagainya. Biasanya kita menghindari dan berusaha menghilangkan emosi negatif ini. adakalanya kita mampu mengendalikannya, tetapi adakalanya kita gagal melakukannya. Ketika kita gagal mengendalikannya atau menyeimbangkan emosi negatif ini maka ketika itu keadaan suasana hati kita menjadi buruk.[5]
Apabila emosi berfungsi secara sempurna, maka sesuai dengan maksudnya emosi akan menimbulkan gerakkan dan arahan. Misalnya apabila seorang laki-laki marah kepada istrinya maka terjadi tindakan (gerakkan) terhadap istrinya (arahan). Bila dijabarkan ada empat kemungkinan proses emosi yang terjadi pada diri individu, yaitu: a) orang dapat menekan emosi sehingga tidak ada gerakkan dan arah tindakannya, b) orang tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk mengendalikan gerakkan dan arah tindakannya, c) orang digerakkan oleh emosi tetapi tidak memliki arah, d) orang digerakkan oleh emosi tetapi dengan arah yang salah. Emosi menimbulkan gerakkan dan arahan, oleh itu konselor perlu memberikan label yang tepat terhadap gejala emosi kliennya. Kenyataannya sering konselor atau orang pada menggunakan sebutan generik untuk menyebutkan emosi bermasalah, seperti sebutan perasaan cemas, gugup, tegang, tertekan, dan sebagainya. Sebutan tersebut kurang spesifik sehingga kuraang memberikan nilai praktis. Konselor perlu membantu klien untuk menyentuh emosi spesifik atau kombinasi beberapa emosi untuk membantu memecahkan masalah klien.
Ada empat tahapan dalam proses pengkhususan emosi, yaitu;
1) Emosi spesifik yang menimbulkan perasaan-perasaan generik
2) Konselor membantu menemukan arah tindakan
3) Konselor membantu menemukan alasan terhadap emosi spesifik
4) Konselor membantu klien dalam menangani emosi spesifik secara konstruktif.
Sebagai contoh seorang konselor membantu seorang wanita untuk menemukan penyebab rasa cemas karena dia merasa ketakutan dan muncul rasa marah. Konselor memberikan pertanyaan, siapa yang anda marahi atau siapa yang menyakiti anda? Kemudian konselor menolong wanita tersebut untuk menemukan alasan-alasan dari emosi spesifik dengan memberikan pertanyaan. Apa yang anda merasa bersalah atau atau apa yang menyebabkan anda merasa ketakutan? Kemudian diakhiri dengan sebuah pertanyaan; bagaimana anda dapat mengatasi berbagai emosi yang terjadi pada waktu lampau dan apa hasilnya? Atau apa yang anda lakukan untuk menyelesaikan perasaan secara konstruktif?. Permasalahan emosi yang sering dijumpai dalam konseling diantaranya: sakit hati (hurt), takut (fear), marah (anger) dan rasa bersalah (guilt). Keempat hal tersebut dapat dijadikan sebagai sumber masalah atau gejala sebagai kombinasi perilaku karena ada pula perilaku emosi lain seperti: rasa cemburu, rasa malu, depresi, mendapatkan kegagalan, selalu menyendiri, merasa rendah hati, masalah seks dan cinta. Berikut ini akan diuraikan keempat emosi spesifik tersebut:
1. Sakit hati, rasa sakit hati adalah pengalaman yag dialami seseorang ketika terluka secara psikologis yang mengakibatkan gangguan mental sehingga menimbulkan berbagai konflik dan rasa marah. Ada tiga cara yang menyebabkan orang merasa sakit hati atau terluka hatinya yaitu:
a) Kehidupan normal dalam interaksi sehari-hari melalui ungkapan verbal, tindakan, kegagalan berbuat atau uacapan yang dirasakan menyakitkan. Misalnya: seorang bekerja keras sesuai dengan keahliannya untuk menyukseskan suatu proyek, namun pimpinan tidak memberikan penghargaan sebagaimana mestinya dan memberikan ungkapan tertentu yang kurang tepat sehingga ia merasa terluka hatinya karena ia merasa bahwa hal ini merupakan bagian dari hidupnya.
b) Disebabkan oleh suatu yang naif. Misalnya: seorang mahasiswi berkata kepada temannya sekamar bahwa selalu merasa ketakutan untuk bertemu dengan seorang laki-laki. Ia kemudian merasa terluka hatinya karena teman sekamarya menyebar luaskan hal itu kepada orang lain.
c) Adanya keinginan individu untuk merasakan sakit hati melalui lima dinamika yaitu: a) orang merasakan dianggap berperilaku dengan cara-cara destruktif, b) orang menciptakan situasi tertentu untuk sakit hati dalam upaya mengadili rasa berdosa yang tidak disadari, c) membiarkan dirinya disakiti untuk memanipulasi orang lain, d) menjadi terluka karena berada dalam jalur pertumbuhan orang lain, e) orang menjadi terluka karena membiarkan penafsiran yang salah terhadap orang lain.
2. Takut, rasa takut timbul dari antisipasi terhadap ancaman fisik atau psikologis spesifik. Ancaman psikologis merupakan sumber utama timbulnya rasa takut yang dibawa padanya oleh klien ke dalam konseling. Takut seperti halnya sakit hati, banyak klien mengungkapkan rasa takut dengan menggunakan kata-kata tertentu. Sperti: tegang, khawatir, cemas, bingung, tidak aman, gugup, bosan, dan lain-lain.[6] Takut adalah perasaan yang mendorong individivu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu. Bentuk ekstrim dari takut adalaah takut yang pathologis, yang disebut fobia. Fobia adalah perasaan takut terhadap hal-hal tertentu yang demikian kuatnya, meskipun tidak ada alasan yang nyata, misalnya takut terhadap tempat yang sempit dan tertutup (claustrophobia), takut terhadap ketinggian atau takut berada di tempat-tempat yang tinggi (acrophobia), takut terhadap kerumunan orang atau tempat-tempat ramai (ochlophobia).[7]
Ada empat ketakutan yang sering dibawah klien dalam proses konseling, yaitu: (1) takut terhadap kedekatan (fear of intimacy), (2) takut terhadap penolakan (fear of rejection), (3) takut terhadap kegagalan (fear of failure), (4) takut terhadap kebahagiaan (fear of happiness).
3. Marah, marah itu merupakan suatu emosi negatif sehingga banyak orang berusaha untuk menghapus atau menghindarinya. Sebagai akibatnya mereka berusaha menghindari keadaan marah atau menggunakan sebutan sinonim yang dirasakan kurang mengancam seperti kekacauan, frustasi, kecewa, bingung, terganggu, jengkel, sakit hati, dan lain-lain. Tugas konselor ialah membantu klien agar kemarahan itu menjadi lebih realistis dan mampu menyatakan marah dengan cara yang mengarah pada tindakan positif. Marah disebabkan oleh dua hal yaitu: a) terjadinya saat adanya halangan dalam mencapai pemuasan suatu kebutuhan, dan b) terjadi ketika dalam proses pemenuhan kebutuhannya mendapat dari dirinya sendiri. Yang marah kemudian berkembang menjadi bentuk marah kepada pihak lain, dan yang kedua menjadi marah pada diri sendiri. Secara umum kedua penyebab kemarahan tersebut akan menggerakkan orang yang mengarah kepada pemuasan kebutuhan dalam kondisi frustasi.
1. Depresi, yaitu berada dalam ketertekanan dan menghukum diri sendiri dengan menghindari kebahagiaan dalam kehidupanmereka.
2. Adiksi atau kecanduan terhadap sesuatu seperti alkohol, minuman keras, narkoba, dan judi.
3. Salah tempat dan orang, yaitu memilih teman, kumpulan, pekerjaan atau tempat yang sebenarnya sudah terganggu dan menyebabkan stress dan tidak bahagia.
4. Perilaku serampangan, yaitu berbagai bentuk perilaku yang tidak jelas bentuk dan arahnya dan menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis.
5. Pengorbanan, merupakan upaya melepaskan berbagai hal yang sebenarnya menguntungkan dirinya, seperti cinta, berbuat amal kebaikan, benci, semangat keagamaan.
6. Canggung atau kikuk, yaitu menampilkan perilaku yang serba salah meskipun sebenarnya mampu berbuat secara benar.
7. Manifestasi fisik, orang dengan kemarahan terhadap fisik seperti menjadi kurus dan gemuk atau menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti sakit kepala, sakit perut.
8. Degradasi perilaku, yaitu adanya penurunan perilaku seperti merasa malu yang diikuti dengan penyalahan terhadap diri, penurunan emosi, penurunan fisik, gangguan seksual.
Dalam konseling konselor harus memahami manifestasi dan dinamikpaa marah terhadap diri sendiri agar dapat membantu klien untuk mengatasi masalah yang timbul karena marah terhadap diri sendiri. Konselor membantu klien dalam melihat realitas marah dan mengembangkan penyaluran marah melalui cara-cara yang sehat dan konstruktif. Suasana konseling harus tercipta sedemikian rupa sehingga klien memperoleh pengalaman dalam mengendalikan marah terhadap dirinya sendiri. Konselor dapat membantu klien mengkomunikasikan bahwa marah dapat merubah tingkah laku yang dapat melukai dan menemukan sasaran yang benar serta memanfaatkan marah tersebut untuk melakukan perubahan yang lebih produktif.
4. Rasa Bersalah (Guilt)
Rasa bersalah adalah perasaan tidak nyaman/gunda atau malu pada saat seorang melakukan kesalahan, keburukan atau moral. Rasa bersalah dapat menjadi mitivasi untuk meningkatkan perbaikan perilaku pada saat menghadapi suatu masalah dimasa yang akan datang. Rasa bersalah dapat terjadi ketika seorang legitimately (secara aturan) mereduksi kepercayaan dirinya. Perkataan legitimately sangat penting dengan tiga alasan: a) orang yang memiliki harapan positif yang tidak realistik terhadap dirinya dan merasakan kebencian terhadap dirinya sendiri apabila mengalami kegagalan, b)rasa dapat dicintai seseorang yang tergantung pada evaluasi orang lain, c) rasa harga diri seseorang dapat terkait dengan moral mutlak yang tidak beralasan. Konselor dapat membantu klien apabila merasakan rasa bersalah dan membantu mereka apakah rasa bersalah itu benar atau salah, kemudian menemukan cara yang tepat untuk menghindari masalah yang timbul. Konselor harus memahami adanya tiga macam rasa bersalah yaitu, 1) rasa bersalah psikologis yang terjadi apabila individu berperilaku yang bertentangan dengan konsep dirinya, 2) rasa bersalah sosial yang terjadi karena perilaku yang dirasakan bertentang dengan aturan-aturan sosial, 3) rasa bersalah religi yang timbul karena berperilaku bertentangan dengan kaidah-kaidah agama.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Safaria, Triantoro dan Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2009.
Bakar M. Luddin, Abu, Psikologi Konseling, Bandung, Citapustaka Media Perintis, 2011.
Effendi, Usman dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi, Bandung: Angakasa, 1989.
Wirawan Sarwono, Sarlito, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta, Bulan Bintang, 2012.
Hartati, Netty dkk, Islam dan Psikologi, Ed. 1-2, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005.
________________________________________
[1] Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2009), h. 14-15
[2] Abu Bakar M. Luddin, Psikologi Konseling, (Bandung, Citapustaka Media Perintis, 2011), h. 70-71
[3] Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2009), h. 12
[4] Usman Effendi dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung: Angakasa, 1989), h. 81
[5] Ibid, h. 13-14
[6] Abu Bakar M. Luddin, Psikologi Konseling, (Bandung, Citapustaka Media Perintis, 2011), h. 71
[7] Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta, Bulan Bintang, 2012), h. 63
Persamaan yang dapat dilihat dari Netty Hartati dkk, Islam dan Psikologi, Ed. 1-2, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 102
[8] Abu Bakar M. Luddin, Psikologi Konseling, (Bandung, Citapustaka Media Perintis, 2011), h. 76-79
keterampilan bertanya
KETERAMPILAN BERTANYA
A. Definisi Keterampilan Bertanya
Menurut Brown yang dikutip Udin S. Saud dan Cicih Sutarsih (2007:59), menyatakan bahwa bertanya adalah setiap pernyataan yang mengkaji atau menciptakan ilmu pada diri siswa.
Keterampilan bertanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, yang sekaligus merupakan bagian dari keberhasilan dalam pengelolaan instruksional dan pengelolaan kelas. Melalui keterampilan bertanya guru mampu mendeteksi hambatan proses berpikir di kalangan siswa dan sekaligus dapat memperbaiki dan meningkatkan proses belajar di kalangan siswa (Sofa, 2008).
B. Jenis-Jenis Keterampilan Bertanya
Menurut Albantati (2010), keterampilan bertanya dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Keterampilan Bertanya Dasar
a. Pengertian
Pengertian keterampilan bertanya dasar secara etimologis diuraikan menjadi dua suku kata yaitu “terampil dan tanya”. Menurut kamus bahasa Indonesia “bertanya” berasal dari kata “tanya” yang berarti antara lain permintaan keterangan. Sedangkan kata “terampil” memiliki arti “cakap dalam penyelesaian tugas ataupun mampu dan cekatan”. Dengan demikian keterampilan bertanya secara sederhana dapat diartikan dengan kecakapan atau kemampuan seseorang dalam meminta keterangan atau penjelasan dari orang lain atau pihak yang menjadi lawan bicara.
Menurut John. I. Bolla dalam proses pembalajaran setiap pertanyaan baik berupa kalimat tanya atau suruhan, yang menuntut respon siswa, sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berfikir, dimasukkan pertanyaan. Pendapat serupa dikemukakan oleh G.A. Brown dan R.Edmonson dalam Siti Julaeha, pertanyaan adalah segala pertanyaan yang menginginkan tanggapan verbal (lisan).
Merujuk pada dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang diajukan tidak selalu dalam rumusan kalimat tanya, melainkan dalam bentuk suruhan atas pertanyaan, selain itu dimaksudkan adanya respon siswa.
b. Komponen-Komponen
Penggunaan pertanyaan secara jelas dan singkat.
Pertanyaan guru harus diungkapkan secara jelas dan singkat dengan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh siswa sesuai dengan taraf perkembangannya.
Pemberian acuan.
Kadang-kadang guru perlu memberikan acuan yang berupa pertanyaan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan.
Pemindahan giliran.
Adakalanya satu pertanyaan perlu dijawab oleh lebih dari satu siswa, karena jawaban siswa benar atau belum memadai.
Penyebaran.
Untuk melibatkan siswa sebanyak-banyaknya dalam pembelajaran, guru perlu menyebarkan giliran menjawab pertanyaan secara acak.
Pemberian waktu berfikir
Setelah mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa, guru perlu memberi waktu untuk berfikir sebelum menunjuk salah seorang siswa untuk menjawab.
Pemberian tuntunan
Bila siswa itu menjawab salah atau tidak bisa menjawab pertanyan, guru hendaknya memberikan tuntunan kepada siswa itu agar dapat menemukan sendiri jawaban yang benar.
2. Keterampilan Bertanya Lanjut
a. Pengertian
Dalam kegiatan pembelajaran di atas telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan keterampilan bertanya dasar adalah pertanyaan pertama atau pembuka untuk mendapatkan keterangan atau informasi dari siswa. Untuk menindaklanjuti pertanyaan pertama diikuti oleh pertanyaan berikutnya atau disebut dengan pertanyaan lanjut.
Dengan demikian, pertanyaan lanjut adalah kelanjutan dari pertanyaan pertama (dasar) yaitu mengorek atau mengungkapkan kemampuan berfikir yang lebih dalam dan komperehensif dari pihak yang diberi pertanyaan (siswa). Keberhasilan mengembangkan kemampuan berfikir yang dilakukan melalui bertanya lanjut banyak dipengaruhi oleh hasil pembelajaran yang dikembangkan melalui pengggunaan pertanyaan dasar.
Kemampuan bertanya lanjut sebagai kelanjutan dari bertanya dasar lebih mengutamakan usaha mengembangkan kemampuan berfikir, memperbesar partisipasi dan mendorong lawan bicara agar lebih aktif dan kritis mengembangkan kemampuan berfikirnya.
b. Komponen-Komponen
Pengubahan tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab suatu pertanyaan
Pengubahan ini artinya agar seorang guru dalam mengajukan pertanyaan dapat berusaha mengubah tingkat kognitif siswa dalam menjawab suatu pertanyaan dari tingkat yang rendah ke tingkat kognitif yang lebih tinggi. Seperti: tingkat pemahaman, penerapan, analisis, sintesis maupun tingkat evaluasi.
Pengaturan urutan pertanyaan secara tepat
Dalam memberikan urutan pertanyaan seorang guru harus memberikannya secara terurut, misal: pertama seorang guru mengajukan pertanyaan pemahaman penerapan, analisis, sintesis dan yang terakhir lanjut ke pertanyaan evaluasi. Selain itu, seorang guru hendaknya memberikan waktu yang cukup untuk bisa menjawab pertanyaan yang diajukan.
Penggunaan pertanyaan pelacak
Ada tujuh teknik pertanyaan pelacak yang dapat digunakan oleh seorang guru.
a) Klarifikasi
Jika ada salah satu siswa menjawab pertanyaan guru dengan kalimat yang kurang tepat, maka guru memberikan pertanyaan pelacak yang meminta siswa untuk menjelaskan atau dengan kata-kata lain sehingga jawaban siswa menjadi lebih baik atau menyuruh siswa untuk mengulang jawabannya dengan kata yang lebih lugas.
Contoh: Dapatkah kamu menjelaskan sekali lagi apa yang kamu maksud?
b) Meminta siswa memberikan alasan
Guru dapat meminta siswa untuk memberikan bukti yang menunjang kebenaran suatu pandangan yang diberikan dalam menjawab pertanyaan. Contoh: Mengapa kamu mengatakan demikian?
c) Meminta kesepakatan pandangan
Guru memberikan kesempatan kepada siswa-siswa lainnya untuk menyatakan persetujuan atau penolakan siswa serta memberikan alasan-alasannya terhadap suatu pandangan yang diungkapkan oleh seorang siswa, dengan maksud agar diperoleh pandangan yang benar dan dapat diterima oleh semua pihak.
Contoh: Siapa setuju dengan jawaban itu? Mengapa?
d) Meminta ketepatan jawaban
Jika jawaban siswa belum tepat guru dapat meminta siswa untuk meninjau kembali jawaban itu agar diperoleh jawaban yang tepat atau guru dapat menggunakan metode pemberian pertanyaan dengan sistem bergilir.
e) Meminta jawaban yang lebih relevan
Mengajukan pertanyaan yang memungkinkan siswa menilai kembali jawabannya atau mengemukakan kembali jawabannya menjadi lebih relevan.
f) Meminta contoh
Jika ada jawaban dari siswa yang kurang jelas maka guru dapat meminta siswa untuk memberikan ilustrasi atau contoh yang konkret.
Contoh: Dapatkah kamu memberi satu atau beberapa contoh dari jawabanmu?
g) Meminta jawaban yang lebih kompleks
Guru memberikan penjelasan agar jawaban siswa menjadi lebih kompleks dan mampu menemukan ide-ide penting lainnya.
Contoh: Dapatkah kamu memberikan penjelasan yang lebih luas lagi dari ide yang dikatakan tadi?
Peningkatan terjadinya interaksi
Ada 2 cara guru untuk menghilangkan peranannya sebagai penanya sentral.
Guru mencegah pertanyaan dijawab langsung oleh seorang siswa tetapi siswa diberi kesempatan singkat untuk mendiskusikan jawabannya untuk didiskusikan.
Jika siswa mengajukan pertanyaan, guru tidak segera menjawab pertanyaan dari murid, tetapi melontarkan kembali pertanyaan tersebut kepada siswa untuk didiskusikan.
Komponen ini akan dapat membantu siswa memberikan komentar yang wajar dan mampu mengembangkan cara berfikir siswa.
c. Prinsip-Prinsip Keterampilan Bertanya
Prisip-prisip yang harus diperhatikan dalam menggunakan keterampilan bertanya antara lain:
Kehangatan dan keantusiasan
Suasana pembelajaran harus diciptakan dalam kondisi yang menyenangkan, sehingga merasa nyaman dan betah dalam belajar. Salah satu upaya mengembangkan suasana pembelajarana yang menyenangkan antara lain yaitu bagaimana pertanyaan yang diajukan memiliiki nuansa psikologis yang hangat dan mendorong semangat belajar yang tinggi.
Memberikan waktu berfikir
Setelah guru mengajukan pertanyaan hendaknya tidak langsung menunjuk salah seorang dari siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukannya tetapi memberikan kelonggaran (waktu) kepada siswa untuk memikirkan atau menemukan jawaban atas pertanyaannya.
C. Jenis-Jenis Pertanyaan
Jenis-jenis pertanyaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Klasifikasi Pertanyaan Menurut Taksonomi Bloom
Menurut Beni (2008), Taksonomi Bloom merupakan salah satu cara yang dipakai dalam merumuskan tujuan pengajaran. Taksonomi ini dapat juga diterapkan untuk mengklasifikasikan pertanyaan yang diajukan guru di kelas.
Ada tiga kawasan atau disebut juga ranah (domein) yang dikemukan Bloom dan kawan-kawan dalam taksonomi tersebut ialah: kognitif (yang menyangkut aspek pikir); afektif (yang menyangkut aspek sikap); psikomotor (yang menyangkut aspek keterampilan).
Dalam kaitannya dengan pertanyaan ini, maka domein yang digunakan ialah kognitif oleh karena seseorang yang bertanya berarti ia berpikir (aspek pikir yang diutamakan). Untuk domein kognitif ini ada enam tingkatan, yang masing-masing tingkat dituntut proses berpikir yang berbeda. Sesuai dengan tingkat kesukarannya dari keenam tingkatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan ialah:
Pertanyaan kognitif tingkatan yang lebih rendah:
pengetahuan (knowledge)
pemahaman (comprehension)
penerapan (application)
Pertanyaan kognitif tingkatan yang lebih tinggi:
analisis (analysis)
sintesis (synthesis)
evaluasi (evaluation)
Dari keenam tingkatan tersebut secara berturut-turut akan diuraikan sebagai berikut:
Pertanyaan pengetahuan
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan penalaran dalam kategori yang terendah, yang hanya menuntut siswa untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan tentang fakta, kejadian, definisi dan sebagainya. Siswa hanya dituntut mengingat kembali apa yang dipelajarinya. Kata-kata yang sering digunakan untuk pertanyaan pengetahuan ini antara lain: Apa?, Siapa?, Bilamana?, Di mana?, Sebutkan!, Ingatlah istilah, Kemukakan definisi!, Pasangkan!, Berilah nama!, dan Golongkan!.
Pertanyaan pemahaman
Pertanyaan ini meminta untuk menujukkan bahwa ia telah mengerti atau memahami sesuatu. Ia dikatakan memahami sesuatu berarti ia telah dapat mengorganisasikan dan mengutarakan kembali apa yang dipelajarinya dengan menggunakan kalimatnya sendiri. Beberapa kata yang dapat digunakan untuk pertanyaan pemahaman adalah: Bedakanlah, Terangkan, Simpulkan, Bandingkanlah, Jelaskan dengan kata-katamu sendiri, Terjemahkan, Ubahlah, Berilah contoh, dan Berikan interpretasi.
Pertanyaan penerapan (aplikasi)
Pertanyaan penerapan adalah pertanyaan pertanyaan yang menuntut suatu jawaban dengan menggunakan informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Siswa dihadapkan pada pemecahan masalah sederhana dengan menggunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya. Dengan menggunakan konsep, prinsip, aturan, hukum atau proses yang dipelajari sebelumnya, siswa diharapkan dapat menentukan suatu jawaban yang benar terhadap masalah itu. Beberapa kata yang sering digunakan untuk pertanyaan penerapan adalah: Gunakanlah, Tunjukkanlah, Demonstrasikan, Buatlah sesuatu, Carilah hubungan, Tuliskan suatu contoh, Siapkanlah, dan Klasifikasikanlah.
Pertanyaan analisis
Pertanyaan ini merupakan jenjang pertama dari kelompok pertanyaan tingkat tinggi. Pertanyaan analisis menuntut siswa untuk berpikir secara mendalam, kritis, bahkan menciptakan sesuatu yang baru, untuk menjawab pertanyaan analisis, siswa harus mampu menguraikan sebab-sebab, motif-motif atau mengadakan deduksi (dari suatu generalisasi/kesimpulan umum/hukum/teori, dicari fakta-faktanya). Oleh karena itu, pertanyaan analisis tidak hanya mempunyai satu jawaban yang benar, melainkan berbagai alternatif. Pertanyaan analisis menuntut siswa terlibat dalam proses kognitif sebagai berikut:
Menguraikan alasan atau sebab-sebab dari suatu kejadian
Mempertimbangkan dan menganalisis inforamsi yang tersedia agar mencapai suatu kesimpulan atau generalisasi berdasarkan informasi
Menganalisis kesimpulan atau generalisasi untuk menemukan bukti yang menunjang atau menyangkal kesimpulan/generalisasi itu.
Kata-kata yang sering digunakan dalam pertanyaan analisis adalah: Analisislah, Kemukakan bukti-bukti, Mengapa, Identifikasikan, Tunjukkanlah sebabnya, dan Berilah alasan-alasan.
Pertanyaan sintesis
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan tingkat tinggi yang menuntut siswa untuk berpikir orisinil dan kreatif. Dengan pertanyaan ini akan diperoleh kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian atau unsur-unsur agar dapat menjadi suatu kesatuan. Mereka dituntut untuk dapat mengambil suatu kesimpulan dari informasi yang telah diberikan. Siswa tidak hanya menerka jawaban, melainkan harus berpikir dengan sungguh-sungguh. Berikut ini adalah kata-kata yang sering digunakan dalam pertanyaan-pertanyaan sintesis: Ramalkanlah, Bentuk, Ciptakanlah, Susunlah, Rancanglah, Tulislah, Bagaimana kita dapat memecahkan, Apa yang terjadi seaindainya, Bagaimana kita dapat memperbaiki, dan Kembangkan.
Pertanyaan evaluasi
Pertanyaan ini menuntut proses berpikir yang paling tinggi dan untuk dapat menyatakan pendapat atau menilai berbagai ide, karya seni, pemecahan masalah serta alasan-alasan keputusannya, harus digunakan kriteria-kriteria tertentu. Pertanyaan evaluasi dapat dikategorikan sebagai berikut:
pertanyaan yang meminta siswa memberikan pendapat tentang berbagai persoalan
pertanyaan yang menilai suatu ide
pertanyaan yang meminta siswa menetapkan suatu cara pemecahan masalah
pertanyaan yang meminta siswa menetapkan karya seni terbaik.
2. Pertanyaan Berdasarkan Maksudnya
Menurut Hutasoit (2010), pertanyaan berdasarkan maksudnya, terdiri atas:
Pertanyaan permintaan ( compliance question) adalah pertanyaan yang mengharapkan peserta didik mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pernyataan.
Pertanyaan retoris (rhetorical question) adalah pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban, tetapi dijawab sendiri oleh guru, dengan maksud hanya menyampaikan informasi kepada peserta didiknya.
Pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question) adalah pertanyaan yang bermaksud memberi arah atau menuntun peserta didik sehingga dapat menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadanya. Pertanyaan ini diperlukan jika guru ingin agar peserta didiknya memperhatikan dengan seksama bagian-bagian tertentu atau pokok inti dari bahan yang disajikannya.
Pertanyaan menggali (probing question) adalah pertanyaan lajutan yang dapat mendorong peserta didik untuk lebih mendalami jawaban atas pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Jenis pertanyaan ini dimaksudkan untuk mendorong peserta didik meningkatkan kuantitas dan kualitas jawaban yang diberikan.
3. Pertanyaan Berdasarkan Tujuannya
Menurut Wartono (2003), pertanyaan berdasarkan maksudnya terdiri atas:
Pertanyaan Kognitif
Pertanyaan kognitif adalah pertanyaan yang dilakukan guru kepada siswa dengan tujuan untuk menguji pengetahuan, pemahaman, dan pendapat siswa tentang materi pelajaran. Contohnya dalam ilmu fisika: “ Apa yang dimaksud dengan tekanan?”
Pertanyaan Performansi
Pertanyaan performansi adalah pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa dengan tujuan agar siswa melakukan penampilan/performansi sesuai dengan yang dianjurkan guru. Contonya: “ Bisakah Kamu mengerjakan soal itu di papan tulis?”.
Pertanyaan Konsekuensi
Pertanyaan konsekuensi adalah adalah pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa dengan tujuan agar siswa menjelaskan atau memberikan alas an terhadap tindakan ataupun pendapat yang telah dikemukakan. Contohnya: “Apa yang terjadi ketika tembaga dan kayu didekatkan pada sebuah magnet? Mengapa hal tersebut bisa terjadi?”
Pertanyaan Eksplorasi
Prtanyaan eksplorasi adalah pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa dengan tujuan untuk menjajagi sejauh mana pengetahuan dan pengalaman siswa sebelum ia menempuh pelajaran baru. Contonya: setelah guru selesai menjelaskan tentang besaran dan satuan, kemudian meberikan pertanyaan “Kecepatan dan usaha termasuk besaran apa?”.
4. Pertanyaan Berdasarkan Sifatnya
Menurut Wartono (2003), pertanyaan berdasarkan sifatnya terdiri atas:
Pertanyaan Ingatan
Pertanyaan ingatan adalah pertanyaan yang menghendaki siswa untuk mengenal atau mengingat kembali apa yang telah dipelajari. “ Ada berapa macam besaran di fisika?”
Pertanyaan Pemahaman
Pertanyaan pemahaman adalah pertanyaan yang meminta siswa untuk membuktikan bahwa mereka telah mempunyai pengertian yang cukup untuk menyusun materi yang telah diketahui secara mantap. Contihnya: “ Tolomg jelaskan dengan bahasa kamu sendiri, bagaimana proses terjadinya interferensi pada gelombang cahaya?”.
Pertanyaan Analisis
Pertanyaan analisis adalah pertanyaan yang menghendaki siswa untuk berpikir secara kritis dan mendalam.Biasanya meminta siswa untuk mencari alasan atau sebab dari suatu masalah atau dapat juga dengan menganalisa suatu informansi. Contohnya: “ Mengapa gas kalau dipanaskan tekanannya meningkat?”.
Pertanyaan Sintesis
Pertanyaan sintesis adalah pertanyaan tingkat tinggi yang meminta siswa untuk menampilkan pikiran yang murni dan kreatif. Contohnya: “ Apa yang terjadi seandainya dua benda yang beratnya berbeda dijatuhkan bersama-sama dari gedung yang tinggi?”
Pertanyaan Evaluasi
Pertanyaan evaluasi adalah pertanyaan tingkat tinggi berdasarkan proses mental yang terlibat di dalamnya. Pertanyaan evaluasi tidak memiliki satu jawaban yang benar mutlak dan tidak mempunyai jawaban tunggal. Contohnya: “ Menurut kalian cara mana yang paling mudah untuk menyelesaikan soal integral ini?”.
5. Pertanyaan Berdasarkan Caranya
Menurut Wartono (2003), pertanyaan berdasarkan caranya terdiri atas:
Pertanyaan Mengarahkan
Pertanyaan mengarahkan adalah pertanyaan yang diberikan guru untuk menuntun siswa dalam dalam proses berpikir, sehingga siswa dapat menemukan inti permasalahannya. Contohnya: pada saat guru menerangkan tentang sifat-sifat bayangan pada cermin datar, guru menyuruh siswa untuk menggambar bayangan benda di depan cermin datar berdasarkan hukum pemantulan pada cermin datar.
Pertanyaan Menggali
Pertanyaan menggali adalah pertanyaan lanjutan yang mendorong siswa untuk lebih mendalami maksud dari pertanyaan yang diajukan sebelumnya, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pertanyaan sebelumnya.
Pertanyaan Memancing
Pertanyaan memancing adalah pertanyaan yang bertujuan untuk memancing ide-ide siswa secara original, sehingga siswa dapat memberikan jawaban secara tepat, jujur, benar, tidak malu, dan takut menjawabnya.
D. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Guru dalam Mengajukan Pertanyaan dalam Proses Mengajar pada Siswa
Tujuan
Tujuan yang dicanangkan guru dalam mengajukan suatu pertanyaan harus jelas.
Penyusunan Kata-Kata
Untuk membantu siswa merespon pertanyaan guru, pertanyaan harus disusun dengan kata-kata yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswanya dan harus memahami bahwa pembendaharaan kata-kata dan pemahaman terhadap kata-kata antara guru dan siswa berbeda.
Struktur
Selama proses belajar mengajar, sebaiknya guru memberikan informasi yang relevan dengan tugas atau pertanyaan yang diajukan pada siswa baik sebelum maupun sesudah pertanyaan itu diajukan.
Pemusatan
Pemusatan sangat penting dalam ruang lingkup pertanyaan yang diberikan guru agar pertanyaan tidak meluas ke topik-topik yang lain yang bukan menjadi tujuan materi yang diajarkan. Pemusatan lainnya yaitu perhatian terhadap jumlah pertanyaan yang diberikan pada siswa.
Pindah Gilir
Agar respon dari siswa tetap ada dalam proses belajar mengajar, guru dapat melakukan pindah gilir terhadap pertanyaan yang diajukan, misalnya pertanyaan yang diajukan pada salah satu siswa belum terjawab, maka guru bisa mengajukannya lagi pada siswa yang lain dengan pertanyaan yang sama.
Distribusi/Penyebaran
Untuk melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar, guru disarankan mendistribusikan pertanyaan secara acak selama proses belajar mengajar. Pertanyaan dapat diberikan pada seluruh kelas kemudian baru pada salah satu siswa, dan guru harus berusaha agar semua siswa mendapat giliran menjawab pertanyaan.
Pemberian Waktu
Guru perlu memberikan waktu bagi siswanya untuk berpikir sebelum menemukan jawaban dari pertanyaan yang diberikan guru.
Pemberian Tuntunan
Guru dapat memberikan tuntunan pada siswa untuk meberikan jawaban dengan baik dan benar, misalnya dengan menanggapi jawaban yang kurang tepat atau jawaban yang salah yang diberikan siswa.
Antusias dan Hangat
Sikap antusias dan hangat yang diberikan guru pada siswa dapat memberikan arti dalam meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar. Misalnya tidak secara langsung mengatakan bahwa jawaban si A salah dan langsung mengajukannya pada siswa lain, akan tetapi memberikan arahan lain yang yang bersifat membantu (Wartono, 2003).
E. Kelebihan dan Kelemahan dari Keterampilan Bertanya
Kelebihan
Mempererat hubungan keilmuan antara guru dan siswa.
Melatih anak-anak mengeluarkan pendapatnya secara merdeka, sehingga pelajaran akan lebih menarik.
Menghilangkan verbalisme, individualisme dan intelektaulisma (Munsyi (1981:70) dalam Albantati, 2010).
Kelemahan
Mudah menjurus kepada hal yang tidak dibahas.
Bila guru kurang waspada pedebatan beralih kepada sentiment pribadi.
Tidak semua anak mengerti dan dapat mengajukan pendapat (Munsyi (1981:70) dalam Albantati, 2010).
Diposkan oleh Elinady Dzar Al-Ghifari di
8 keterampilan mengajaryang harus dikusai guru
8 Keterampilan Dasar Mengajar Yang Harus Dikuasai Guru
Guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru, begitulah falsafah yang sering kita dengar.Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu perananguru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan diantara murid-murid suatu kelas . Secara etimologi atau dalam arti sempit guru yang berkewajiban mewujudkansuatu program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolahatau kelas.Secara lebih luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yangikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing dalam berpikir dan bertindak. Guru dalam pengertian terakhir bukan sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalahanggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kratif dalam mengarahkan perkembangan akan didik nya menuju sebuah cita-cita luhur mereka. Untuk mencampai haltersebut diatas maka dibutuhkan ketrampilan-ketrampilan dasar seorang guru dalam mengajar.Turney (1973) mengemukakan 8 (delapan) keterampilan dasar mengajar, yakni:
1. Keterampilan Bertanya
“Bertanya” adalah bahasa verbal untuk meminta respon siswa baik berupa pengetahuan, pendapat, atau pun sekedar mengembalikan konsentrasi siswa yang terdestruc oleh berbagai kondisi selama KBM berlangsung. Dalam proses belajar mengajar, “Bertanya” memainkan peranan penting sebab “Bertanya” dapat menjadi stimulus yang efektif untuk mendorong kemampuan berpikir siswa. Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap yang baik ketika mengajukan pertanyaan maupun menerima jawaban siswa. Hendaklah guru menghindari kebiasaan seperti: menjawab pertanyaan sendiri, mengulang jawaban siswa, mengulang pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan dengan jawaban serentak, menentukan siswa yang harus menjawab sebelum bertanya, dan mengajukan pertanyaan ganda. Kegiatan bertanya dalam KBM ini akan lebih efektif bila pertanyaan yang diajukan cukup berbobot, mudah dimengerti atau relevan dengan topik yang dibicarakan. Tujuan guru mengajukan pertanyaan antara lain adalah :
• Menimbulkan rasa ingin tahu
• Merangsang fungsi berpikir
• Mengembangkan keterampilan berpikir
• Memfokuskan perhatian siswa
• Mendiagnosis kesulitan belajar siswa
• Menkomunikasikan harapan yang diinginkan oleh guru dari siswanya
2. Keterampilan memberikan penguatan
Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, baik bersifat verbal maupun non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, bertujuan memberikan informasi atau umpan balik (feed back) bagi si penerima (siswa), atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan respon terhadap tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Teknik pemberian penguatan dalam KBM yang bersifat verbal dapat dinyatakan melalui pujian, penghargaan atau pun persetujuan, sedangkan penguatan non verbal dapat dinyatakan melalui gesture, mimic muka (ekspresi), penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan (contact), penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, dll. Dalam rangka pengelolaan kelas, dikenal penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara perilaku positif, sedangkan penguatan negatif merupakan penguatan perilaku dengan cara menghentikan atau menghapus rangsangan yang tidak menyenangkan. Manfaat penguatan bagi siswa adalah untuk meningkatkan perhatian (fokus) siswa dalam belajar, membangkitkan dan memelihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri, dll.
3. Keterampilan mengadakan variasi
“Variasi” dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan sebagai perubahan dalam proses interaksi belajar mengajar. Dalam konteks ini, “variasi” merujuk pada tindakan dan perbuatan guru, yang disengaja ataupun secara spontan, yang dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengikat perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung. Tujuan utama dari “variasi” dalam kegiatan pembelajaran ini adalah untuk mengurangi rasa boring yang membuat siswa tidak lagi fokus pada prose KBM yang sedang berlangsung. Untuk itu guru perlu melakukan berbagai “variasi” sehingga perhatian siswa tetap terpusat pada pelajaran. Beberapa “variasi” yang dapat dilakukan guru selama proses KBM diantaranya adalah: penggunaan variasi suara (teacher voice), pemusatan perhatian siswa (focusing), kesenyapan/kebisuan guru (teacher silence), kontak pandang dan gerak (eye contact and movement), gesture/gerak tubuh, ekspresi wajah guru, pergantian posisi guru dalam kelas dan gerak guru (teachers movement), variasi penggunaan media dan alat pengajaran, dll.
4. Keterampilan menjelaskan
“Menjelaskan” adalah menyajikan informasi secara lisan, dengan sistematika yang runut untuk menunjukkan adanya korelasi/hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Ada 2 komponen dalam ketrampilan menjelaskan, yaitu : Merencanakan, hal ini mencakup penganalisaan masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang ada diantara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan hukum atau rumus-rumus yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Dan penyajian, merupakan suatu penjelasan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: kejelasan, penggunaan contoh dan ilustrasi, pemberian tekanan, dan penggunaan balikan/feedback. Kegiatan “menjelaskan” dalam proses KBM bertujuan untuk membantu siswa memahami berbagai konsep, hukum, prosedur, dll, secara obyektif; membimbing siswa memahami pertanyaan; meningkatkan keterlibatan siswa; memberi kesempatan pada siswa untuk menghayati proses penalaran serta memperoleh feedback tentang pemahaman siswa. Apabila seorang guru menguasai “keterampilan menjelaskan” maka guru akan lebih mudah mengelola waktu dalam menyajikan materi, sehingga menjadi lebih efektif memanage waktu. Selain itu penjelasan yang runut dan sistematis akan memudahkan siswa dalam memahami materi, yang pada gilirannya akan memperluas cakrawala pengetahuan siswa, bahkan mungkin penjelasan guru yang sistematis dan mendalam akan dapat membantu mengatasi kelangkaan buku sebagai sarana dan sumber belajar (mengingat guru adalah salah satu sumber belajar bagi siswa).
5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
a. Membuka Pelajaran
Yang dimaksud dengan membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam proses KBM untuk menciptakan prokondusi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajari, dan usaha tersebut diharapkan akan memberikan efek positif terhadap kegiatan belajar. Komponen ketrampilan membuka pelajaran meliputi: menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan melalui berbagai usaha, dan membuat kaitan atau hubungan di antara materi-materi yang akan dipelajari. Kalimat-kalimat awal yang diucapkan guru merupakan penentu keberhasilan jalannya seluruh pelajaran. Tercapainya tujuan pengajaran bergantung pada metode mengajar guru di awal pelajaran. Seluruh rencana dan persiapan sebelum mengajar dapat menjadi tidak berguna jika guru gagal dalam memperkenalkan pelajaran.
b. Menutup Pelajaran
Menutup pelajaran (closure) ialah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri proses KBM. Jangan akhiri pelajaran dengan tiba-tiba. Penutup harus dipertimbangkan dengan sebaik mungkin agar sesuai. Guru perlu merencanakan closing yang baik dan tidak tergesa-gesa. Jangan lupa sertakan pula doa. “Komponen-komponen dan prinsip-prinsip dalam menutup pelajaran: Merangkum Pelajaran. Sebagai penutup, hendaknya guru memberikan ringkasan dari pelajaran yang sudah disampaikan. Ringkasan pelajaran sudah tidak lagi berupa diskusi kelas atau penyampaian garis besar pelajaran, tetapi berisi ringkasan dari hal-hal yang disampaikan selama jam pelajaran dengan menekankan fakta dasar pelajaran tersebut. Menyampaikan Rencana Pelajaran Berikutnya. Waktu menutup pelajaran merupakan saat yang tepat untuk menyampaikan rencana pelajaran berikutnya. Guru dapat memberikan kilasan pelajaran untuk pertemuan berikutnya. Diharapkan hal ini dapat merangsang keinginan belajar mereka. Sebelum kelas dibubarkan, ungkapkanlah pelajaran yang akan disampaikan minggu depan dan kemukakan rencana-rencana di mana murid dapat mengambil bagian dalam pelajaran mendatang. Bangkitkan minat. Guru tentu ingin murid-muridnya kembali di pertemuan berikutnya dengan penuh semangat. Oleh karena itu, biarkan murid pulang ke rumah mereka dengan satu pertanyaan atau pernyataan yang mengesankan, yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu mereka. Sama seperti seorang penulis yang mengakhiri sebuah bab dalam cerita bersambung, yang membuat pembaca ingin segera tahu bab berikutnya. Dengan cara yang sama, guru dapat mengakhiri pelajarannya dengan penutup yang “berklimaks” sehingga seluruh kelas menantikan pelajaran berikutnya dengan tidak sabar. Memberikan tugas. Tugas-tugas harus direncanakan dengan saksama. Perlu diingat pula sikap guru yang bersemangat dalam memberikan tugas akan mempengaruhi minat dan semangat para anggota kelas”.(Benson : 80-85).
6. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok merupakan salah satu variasi kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses KBM. Dalam diskusi kelompok, siswa dalam tiap kelompok kecil dapat bertukar informasi dan pengalaman, melakukan pengambilan keputusan bersama, serta belajar melakukan pemecahan masalah (problem solving). Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya ketrampilan berbahasa.
7. Keterampilan mengelola kelas
Suasa belajar mengajar yang baik sangat menunjang efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran. Seorang guru harus mampu menjadi manager yang baik dalam sebuah proses KBM. Hal ini berarti bahwa guru harus terampil menciptakan suasana belajar yang kondusif serta mampu menjaga dan mengembalikan kondisi belajar yang optimal, meminimalisir gangguan yang mungkin terjadi selama proses KBM, sehingga siswa dapat fokus pada KBM yang berlangsung. Dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas, guru perlu memperhatikan komponen ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat prefentip seperti: kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran) dan keterampilan yang bersifat represif, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan respons guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.
8. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan
Jumlah siswa dalam bemtuk pengajaran seperti ini berkisar 3 sampai 8 orang untuk setiap kelompok kecil, dan 1 orang untuk perseorangan. Terbatasnya jumlah siswa dalam pengajaran bentuk ini memungkinkan guru memberikan perhatian secara optimal terhadap setiap siswa. Hubungan antara guru dan siswa pun menjadi lebih akrab, demikian pula hubungan antar siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa format mengajar seperti ini ditandai oleh adanya hubungan interpersonal yang lebih akrab dan sehat antara guru dengan siswa, adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuan, minat, cara, dan kecepatannya, adanya bantuan dari guru, adanya keterlibatan siswa dalam merancang kegiatan belajarnya, serta adanya kesempatan bagi guru untuk memainkan berbagai peran dalam kegiatan pembelajaran. Setiap guru dapat menciptakan format pengorganisasian siswa untuk kegiatan pembelajaran kelompok kecil dan perorangan sesuai dengan tujuan, topik (materi), kebutuhan siswa, serta waktu dan fasilitas yang tersedia. Komponen-komponen dan prinsip-prinsip ketrampilan ini adalah: Ketrampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, Ketrampilan mengorganisasi, ketrampilan membimbing dan memudahkan belajar, Ketrampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, Keterampilan merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Dari delapan keterampilan dasar yang telah diuraikan di atas, yang paling penting bagi seorang guru adalah bagaimana guru menerapkan keterampilan tersebut sehingga proses pembelajaran dapat berjalan baik. Adalah sebuah kebanggaan dan kepuasan batin tersendiri bagi seorang guru, bila siswa didiknya mampu memahami berbagai konsep yang disampaikan untuk kemudian mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian perlu diingat oleh para guru, bahwa karena proses pembelajaran yang dilakukan tidak semata-mata merupakan kegiatan transfer of knowledge namun juga transfer of moral value, maka setiap guru wajib kiranya menyisipkan pesan moral dalam setiap event tatap muka dengan siswa didiknya selama proses KBM.
prosedur umum pembelajaran
Prosedur Umum Pembelajaran
A. Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran
Kegiatan Awal / Pendahuluan dalam Pembelajaran sering pula di sebut dengan pra-instruksional. Kegiatan Awal berfungsi untuk menciptakan awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Secara garis besar, berikut ini ada beberapa hal yang harus dilakukan guru atau pembimbing di sekolah dalam kegiatan pendahuluan, antara lain :
1. Harus dapat membangkitkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar
2. Dapat menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif sehingga memungkinkan anak akan belajar dengan baik
3. Dapat digunakan untuk memberitahukan gambaran umum materi yang akan dipelajari
Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran terbagi dalam dua kategori / bentuk, yaitu kegiatan awal pembelajaran dan kegiatan pra pembelajaran. Kegiatan menyiapkan siswa yang berkaitan langsung dengan materi pelajaran yang akan dipelajari disebut kegiatan awal pembelajaran. Sedangkan Kegiatan menyiapkan siswa yang tidak langsung berkaitan dengan materi pembelajaran. disebut kegiatan pra pembelajaran.
Kegiatan utama yang dilakukan oleh seorang guru dalam pendahuluan pembelajaran, antara lain :
1. Penciptaan Kondisi Awal Pembelajaran
Proses pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila guru sejak awal dapat mengkondisikan kegiatan belajar secara efektif. Upaya yang perlu dilakukan untuk mewujudkan kondisi awal pembelajaran yang efektif tersebut meliputi :
a) Mengecek atau memeriksa kehadiran siswa (presence, attendance)
Sebelum kegiatan inti pembelajaran dimulai sebaiknya guru mengecek atau memeriksa terlebih dahulu kehadiran siswa. Jika jumlah siswa dalam satu kelas terhitung banyak maka perlu cara yang lebih praktis agar tidak terlalu menyita atau menghabiskan waktu, salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan menanyakan atau meminta siswa yang hadir di kelas untuk menyebutkan siswa yang tidak hadir, kemudian guru menanyakan alasan ketidakhadiran siswa yang tidak hadir tersebut.
b) Menumbuhkan kesiapan belajar siswa (readiness)
Kesiapan belajar siswa merupakan salah satu prinsip belajar yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru dalam menciptakan kesiapan belajar siswa, khususnya yang dilakukan pada awal pembelajaran diantaranya:
Membantu atau membimbing siswa dalam mempersiapkan fasilitas dan sumber belajar yang diperlukan dalam kegiatan belajar.
Menciptakan kondisi belajar yang kondusif dan konstruktif dalam kelas.
Menunjukkan sikap penuh semangat (antusiasme) dan minat mengajar yang tinggi.
Ada tiga hukum dalam proses belajar, diantaranya :
Hukum Kesiapan (law of readiness)
- Ketika seseorang siap melakukan suatu tindakan, maka melakukannya akan memuaskan.
- Ketika seseorang siap melakukan suatu tindakan, maka tidak melakukannya akan menjengkelkan.
- Ketika seseorang belum siap melakukan suatu tindakan tetapi dipaksa melakukannya, maka melakukannya akan menjengkelkan.
Hukum pentingnya latihan (law of exercise)
Hukum latihan menyatakan bahwa kita belajar dengan berbuat dan lupa jika tidak berbuat. Semakin banyak kita berlatih, maka kita akan semakin paham dan ingat tentang sesuatu yang kita pelajari dan begitu pula sebaliknya.
Hukum penguatan (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.
c) Menciptakan suasana belajar yang demokratis
Dalam rangka menciptakan suasana belajar yang demokratis, maka diperlukan keterampilan guru dalam mengelola kelas. Guru harus menciptakan suasana belajar yang demokratis untuk membangun keberanian siswa dalam bertanya, menjawab pertanyaan yang di ajukan, berpendapat di depan kelas atau forum diskusi tertentu, unjuk kerja dalam tim / kelompok, dan sebagainya.
d) Membangkitkan Motivasi belajar siswa
Motivasi terbagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic (motivasi yang berasal dari dalam / diri sendiri) dan motivasi ekstrinsik (motivasi yang berasal dari luar/ orang lain). Dengan adanya motivasi ini, dapat menjadikan siswa lebih bersemangat dalam belajar, apalagi siswa telah menyadari bahwa apa yang dipelajari akan memberi manfaat dalam kehidupannya. Contohnya: Siswa SMP yang mempelajari tentang system reproduksi pada manusia, siswa tersebut akan termotivasi atau timbul keingintahuannya tentang hal itu karna suatu saat nanti apa yang ia pelajari mengenai system reproduksi pasti akan berguna untuk kehidupannya di masa yang akan datang.
e) Membangkitkan perhatian siswa
Dalam proses pembelajaran, guru dituntut harus dapat membangkitkan perhatian para siswanya supaya terfokus hanya pada materi yang sedang di paparkan oleh guru / teman nya di depan kelas. Adapun kegunaan dari membangkitkan perhatian siswa di sela-sela atau selama proses pembelajaran ialah untuk memusatkan energi dan psikis anak dalam kegiatan belajar. Perhatian akan terpusat apabila ada kepentingan langsung dengan siswa dan punya karakteristik yang berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, dalam membangkitkan perhatian siswa, maka guru dapat memberikan beberapa penyegaran berupa lelucon atau permainan yang bervariasi untuk sekedar hiburan supaya siswa tidak merasa bosan terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung dengan durasi 5 -10 menit saja dan kemudian kembali ke pokok materi yang akan di pelajari pada pertemuan itu.
2. Memberi Acuan
Memberikan acuan dimaksudkan untuk member suatu gambaran awal tentang materi ajar secara spesifik dan singkat yang akan dipelajari pada pertemuan saat itu. Ada bebrapa komponen dalam memberikan acuan, antara lain:
a) Memberitahu tujuan yang diharapkan
Dalam memberikan acuan terhadpa materi yang akan dipelajari pada pertemuan tertentu, guru harus memberitahu tujuan atau indicator yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran. Misalnya: dalam materi system pernafasan, maka indicator atau tujuan yang diharapkan guru dapat di capai oleh siswanya adalah siswa mampu menjelaskan mengenai system pernafasan yang ada pada manusia, siswa mampu menyebutkan secara urut bagaimana proses pernafasan terjadi dalam tubuh kita (manusia), dan sebagainya.
b) Menyampaikan alternatif kegiatan yg akan ditempuh siswa
Selanjutnya, setelah guru memberitahukan tujuan yang hendak di capai dalam proses pembelajaran, maka guru harus menyampaikan alternative kegiatan yang bisa dilakukan terkait dengan materi yang akan di pelajari pada pertemuan itu. Misalnya menjelaskan tata cara diskusi apabila materi yang akan dibahas terlalu banyak teori / kajian teoritis para tokoh ahli, aturan dalam parktikum apabila materi yang akan dibahas mengharuskan adanya eksperimen, menjelaskan referensi-referensi yang akan digunakan dalam proses pembelajaran (seperti buku, situs internet, bahan bacaan lainnya) dan lain- lain.
3. Membuat Kaitan
Hal-hal yang menyebabkan kita sebagai seorang guru harus membuat kaitan terhadap materi pembelajaran yang akan di pelajari, antara lain:
Agar materi ajar lebih menarik, maka guru harus membuat kaitan materinya dengan pengetahuan yang mereka miliki, berdasarkan pengalaman yang dihadapi atau sesuai dengan minatnya.
Mengingat kembali, mengulang kembali
Dengan mengkaitkan materi yang akan dipelajari pada pertemuan saat ini dengan materi pada pertemuan sebelumnya, maka siswa akan mengalami proses dimana ia akan mengingat kembali atau mengulang kembali materi yang dipelajari (membuka materi yang lalu sebagai dasar atau acuan materi).
Menumbuhkan tanggapan lama yang telah dimiliki siswa sebelum memberikan bahan baru
Mengajukan pertanyaan terhadap apa yang telah dipelajari
Karena siswa sudah memahami materi dasar / materi yang telah di sampaikan sebelumnya, maka siswa dapat aktif mengajukan berbagai pertanyaan mengenai apa yang telah ia pelajari sebelumnya yang dirasa masih mengganjal dalam benaknya / belum ia pahami.
Menunjukkan manfaat materi yang dipelajari
Maksudnya ialah mengkaitkan materi yang telah dipelajari dengan kehidupan pribadi maupun sosialnya di masyarakat, apakah menuai banyak manfaat untuk dirinya atau tidak. Apabila bermanfaat, maka menerapkan apa yang sudah dipelajari dalam kehidupan nyatanya. Misalnya: belajar tentang nilai agama, maka apa yang ia ketahui baik itu sanksi dari nilai agama, perilaku yang baik dan tidak baik yang sesuai dengan norma agama dapat di praktekkan dalam kehidupan sosialnya.
Meminta siswa bercerita tentang pengalaman yang berkaitan dengan materi
Setiap orang / siswa memiliki pengalaman yang berbeda satu sama lain. Ada beberapa siswa yang mungkin mengalami atau bahkan sudah sangat memahami materi yang akan dibahas dapat berbagi cerita / pengalamannya mengenai materi terkait. Dan kemudian bisa di cocokkan dengan teori yang selama ini berkembang supaya terjadi interaksi antara guru dan murid yang aktif.
4. Melakukan Tes Awal
Adapun kegunaan melakukan tes awal pada kegiatan pendahuluan pembelajaran, yaitu:
a) Untuk mengetahui penguasaan awal dari materi yang akan dipelajari.
b) Digunakan untuk menentukan dari mana awal materi akan dibahas
B. Kegiatan Inti Pembelajaran
Kegiatan inti pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran atau proses untuk pencapaian kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, dengan menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan materi pelajaran.
Dalam kegiatan inti, proses pembentukan pengalaman belajar siswa berkaitan dengan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa secara terpadu yang dususun dan direncanakan guru dengan mengacu kurikulum yang berlaku. (Standar Kompetensi)
Kegiatan utama dalam kegiatan inti pembelajaran (intruksional) diantaranya:
a) Kegiatan mengorganisasi proses pembelajaran dengan berbagai metode / cara / teknik / pendekatan yang bervariasi yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar berkadar aktivitas tinggi.
b) Diharapkan terjadi perubahan perilaku pada siswa.
c) Pengaturan harus menganut prinsip efektif dan efisien ( dapat mencapai sasaran yang diharapkan dan dapat dilakukan dengan menggunakan sarana, waktu dan tenaga yang dimiliki)
Adapun faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih strategi pembelajaran dalam kegiatan inti pembelajaran (intruksional) ini, antara lain :
a) Tujuan
Setiap tuntutan penguasaan materi menuntut kegiatan pembelajaran yang berbeda.
ketrampilan ® latihan
berpendapat ® kesempatan berpendapat
b) Materi
Materi dalam kegiatan inti ini dapat berupa materi abstrak, maksudnya materi yang sifatnya hanya bisa di angan-angan/ di bayangkan, mengajak siswa untuk berfantasi dan agar siswa dapat cepat memahaminya maka perlu di berikan contoh. Misal materi abstrak seperti bentuk planet dan benda-benda ruang angkasa, semua itu hanya bisa di angan-angan karena kita belum tahu persis bagaimana bentuk planet-planet tersebut karena kita belum berkontak langsung dengan planet itu, kita hanya mengetahui dan meyakininya secara abstrak (berdasarkan pemikiran pakar melalui melihat gambarnya pada atlas ataupun miniature planet). Selain itu, materi dalam kegiatan inti ini dapat berupa materi baru yang memerlukan adanya demonstrasi atau penjelasan lebih detail atau spesifik terhadap obyek yang dituju. Selain kedua materi diatas, terkadang para guru juga menggunakan jenis materi yang sudah dikenal dan bisa di kembangkan menggunakan teknik problem solving.
c) Siswa
Adapun hal- hal yang perlu diperhatikan dari segi siswa dalam kegiatan inti pembelajaran, diantaranya ialah memperhatikan karakteristik dan jumlah siswa ( praktikum, pastikan alat dan bahannya tidak asing bagi mereka).
d) Guru
Kemampuan guru dalam proses ini juga perlu diperhatikan, jika kurang mampu tarhadap sesuatu hal dapat meminta bantuan teman lain sejawat.
e) Fasilitas, Ruang dan Waktu
Komponen-komponennya meliputi:
Fasilitas yang tersedia dimanfaatkan serta disesuaikan dengan kondisi siswa.
Waktu yang tersedia harus dimanfaatkan dengan efektif dan efisien dengan memilih strategi yang sesuai.
f) Penggunaan media
Mengkonkretkan yang bersifat abstrak, dapat menghadirkan objek berbahaya, dapat menampilkan objek yang besar atau yang kecil, memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat. Berikut ini keuntungan yang di dapat sebagai pengaruh penggunaan media dalam kegiatan inti pembelajaran, yaitu :
- siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan
- Keseragaman dalam berpresepsi
- Membangkitkan motivasi
- Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang
- Menyajikan metari yang konsisten, dapat diulang
- Menyajikan materi secara serempak bagi seluruh siswa
C. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran
Kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis, efektif, efisien, dan flesibel. Kegitan akhir dan tindak lanjut pembelajaran harus merupakan rangkaian kegiatan pendahuluan dan kegiatan inti pembelajaran.
Menurut Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran, yaitu: (a) penilaian akhir; (b) analisis hasil penilaian akhir; (c) tindak lanjut; (d) mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang; dan (e) menutup kegiatan pembelajaran.
Mulyasa (2003) mengemukakan dua kegiatan pokok pada akhir pembelajaran, yaitu : (a) pemberian tugas dan (b) post tes. Sementara itu, Depdiknas (2003) mengemukakan dalam kegiatan akhir perlu dilakukan penilaian formatif, dengan memperhatikan hal-hal berikut: (a) kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik; (b) gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru; dan (c) cari metodologi yang paling tepat yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka secara garis besar kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran bertujuan, antara lain :
a) Untuk memantapkan materi yang telah dipelajari
b) Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang telah berlangsung.
c) Untuk mengetahui kompetensi mana yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai dengan memberikan suatu tes.
Berikut ini akan di jelaskan bentuk-bentuk dari kegiatan akhir pembelajaran yaitu:
a) Meninjau kembali penguasaan siswa
Guru harus meninjau atau mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan catatan / ringkasan materi / rangkuman materi yang diajarkan.
b) Melaksanakan Penilaian (Post tes)
Guru juga dapat melakukan suatu penilaian di setiap akhir kegiatan pembelajaran yang berupa Post tes untuk mengtahui tingkat kepahaman dan keberhasilan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan apakah hasilnya efektif atau tidak agar kedepannya proses pembelajaran dapat lebih menyenangkan dan lebih baik lagi.
Sedangkan bentuk-bentuk dari melaksanakan kegiatan tindak lanjut pembelajaran setelah di laksanakannya kegiatan akhir pembelajaran, antara lain:
- Memberi Pekerjaan Rumah (PR)
- Membahas kembali materi yang dianggap sulit
- Menugaskan membaca materi pelajaran tertentu
- Memberi motivasi
- Menyampaikan materi berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Udin S. Winata Putra, dkk.1997. Buku Materi Pokok Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka.
Sri Anitah W, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sa’adah, Munjiati. 2014. Buku Bahan Ajar Pengajaran Micro (Micro Teaching). Pringsewu: STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung.
Raharyanti, Anjar. 2012. Teori Pembelajaran Thorndike (dalam http://ajenganjar.blogspot.com ) diakses tanggal 09 Oktober 2014.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Prosedur Pembelajaran (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com ) diakses tanggal 09 Oktober 2014.
hukum kesiapan sebagai langkah mengatasi kesulitan belajar anak sd
LAPORAN
HASIL OBSERVASI HUKUM KESIPAN SEBAGAI LANGAKAH MENGATASI KESULITAN BELAJAR ANAK SD KELAS IV-VI SD NEGERI 3 GISTING ATAS
Prongram Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu: Drs. H. Yulianto MS. M. Pd
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
(STKIP-MPL)
2016
NAMA KELOMPOK VII
NO NAMA NPM TANDA TANGAN
1 YULIZA 14 020 010
2 KUSWOYO ARIS MUNANDAR 14 020 067
3 ROISMAN 14 020 026
4 WAHYU STIOADJE 14 020 033
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kuasa-Nya, saya dapat menyelesaikan Laporan Hukum Kesiapan Sebagai Langkah Mengatasi Kesulitan Belajar Anak SD klas IV-VI . Melihat masalah yang sering dialami oleh peserta didik maka kami ingin memberi solusi untuk mengatasi atau memecahkan masalah belajar yang sering dialami para peserta didik.
Untuk mengatasi atau memecahkan masalah tersebut maka perlu adanya pembinaan untuk peserta didik yang mengalami permasalahn didalam belajarnya berupa Bimbingan untuk melahirkan peserta didik yang berkualitas. Maka perlunya peran guru yang mengerti tentang pembinaan di sekolah.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu saya dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis dalam menyelesaikan tugas ini banyak di bantu oleh berbagai pihak, untuk itu penulis ucapkan trimakasih kepada :
1. Drs.A. Rahman, M.M., M.Pd selaku Ketua STKIP Muhammadiyah Prinsewu Lampung
2. Drs. H. Yulianto MS.M,Pd selaku Dosen mata Kuliah Diangnosa Kesulitan Belajar Anak SD
3. Semua pihak yang telah membantu penulisan dalam menyesulesaikan Laporan ini.
Semoga semua amal baik saudara di balas Allah SWT dengan pahala yang setimpal. Kami berharap mudah-mudahan laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Pringsewu, Oktobr 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR NAMA KELOMPOK ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan …………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kajian Teori 3
B. Tinjauwan Lapangan 9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan 11
B. Saran 12
DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Tugas utama seorang guru adalah membelajarkan siswa. Ini berarti bahwa bila guru mengajar, maka diharapkan siswa belajar. Namun adakalanya didalam kegiatan belajar mengajar di sekolah sering ditemukan masalah-masalah yang berkenaan dengan belajar yang dialami siswa tersebut. Masalah-masalah tersebut dipengaruhi oleh faktor internal(yang berasal dari dalam diri siswaitu sendiri) dan juga oleh faktor eksternal(yang berasal dari luar siswa itu sendiri.
Masalah-masalah yang dialami oleh siswa apabila tidak segera diatasi tentunya akan menghambat proses belajar siswa dan akan berdampak pada pencapaian tujuan dari belajar tersebut. Siswa akan berhasil dalam proses belajar apabila siswa itu tidak mempunyai masalah yang dapat mempengaruhi proses belajarnya. Jika terdapat siswa yang mempunyai masalah dan permasalahan siswa tersebut tidak segera ditemukan solusinya, siswa akan mengalami kegagalan atau kesulitan belajar yang dapat mengakibatkan rendah prestasinya/tidak lulus, rendahnya prestasi belajar, minat belajar atau tidak dapat melanjutkan belajar. Untuk itu, sebagai seorang guru ataupun pendidik kita harus mengetahui kondisi siswa agar tercipta proses pembelajaran yang baik dan kondusif. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar.
Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar, kadang-kadang lamban kadang-kadang tidak demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktivitas belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami kesulitan belajar.
Belakangan ini banyak dijumpai kasus kesulitan belajar pada anak-anak kususnya anak yang duduk di sekolah dasar. Dalam hal ini orang tua dan guru sangat berperan penuh didalam mengatasi kesulitan belajar anak. Anak yang mengalami kesulitan belajar memerlukan perhatian kusus dari orang tua dan guru. Dirumah orang tua dapat mengawasi anak-anaknya untuk belajar, sehingga anak dapat terpacu untuk belajar. Begitupun di sekolah guru harus dapat memberi motivasi kepada anak dan menciptakan keadaan belajar-mengajar yang menyenangkan. Apabila kesulitan belajar anak tidak mendapat perhatian kusus dari oarang yang ada disekelilingnya termasuk di dalamnya orang tua, guru, dan teman sebaya maka akan membawa dampak negtif bagi anak tersebut. Sehingga harus ada kerja sama antara guru dan anak untuk dapat mengatasi kesulitan belajar peserta didik.
Oleh karena itu, perlu pembahasan lebih lanjut mengenai kesulitan beljar yang dialami oleh peserta didik.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian masalah belajar?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar?
3. Bagaimana menentukan siswa yang mengalami masalah belajar?
4. Bagaimana cara mengenal dan mengatasi kesulitan belajar siswa?
C. Tujuan.
1. Untuk mengetahui definisi masalah belajar.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
3. Untuk mengetahui cara menentukan siswa yang mengalami masalah belajar.
4. Untuk mengetahui cara mengenal dan mengatasi kesulitan belajar siswa
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kesiapan Belajar (Readiness)
1. Pengertian
Menurut Slameto kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Menurut Thorndike sebagaimana yang dikutip oleh Slameto mengartikan kesiapan adalah prasyarat untuk
belajar berikutnya. Berbeda dengan Hamalik yang mengartikan kesiapan adalah keadaan kapasitas yang ada pada diri siswa dalam hubungan dengan tujuan pengajaran tertentu. Soemanto mengatakan ada orang yang mengartikan readiness sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu. Seorang ahli bernama Cronbach memberikan pengertian tentang readiness sebagai segenap sifat atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu. Sedangkan menurut Djamarah kesiapan untuk belajar merupakan kondisi diri yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kesiapan (readiness) adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang membuatnya siap memberi jawaban atau respon dalam mencapai
tujuan tertentu. Belajar Menurut Hamalik adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Menurut Gagne belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan menurut Slameto belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat penulis artikan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku akibat pengalaman. Jadi dapat disimpulkan pengertian kesiapan belajar adalah adalah suatu perubahan keadaan dalam diri seseorang yang membuatnya siapmemberi jawaban atau respon untuk mencapai tujuan pelajaran tertentu.
2. Hukum Kesiapan
Thorndike menggagas beberapa ide penting berkaitan dengan hukum-hukum belajar, di antaranya adalah hukum kesiapam (law of readiness). Dalam hukum kesiapan (law of readiness) ini, semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Jadi, semakin siap seseorang menerima atau melakukan sesuatu maka semakin baik pula hasilnya
sehingga menimbulkan rasa kepuasan. Sebagaimana prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar adalah suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecendrungan bertindak. Masalah pertama hukum kesiapan adalah jika ada kecendrungan bertindak dan seseorang melakukannya, maka ia akan merasa puas.
Akibatnya ia tidak akan melakukan tindakan lain. Masalah kedua, jika ada kecendrungan bertindak, tetapi seseorang tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidak puasan. Akibatnya ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidak puasannya. Masalah ketiga, bila tidak ada kecendrungan bertindak tetapi seseorang harus melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya. Dengan kata lain dapat di simpulkan bahwa apabila seseorang telah siap untuk melakukan sesuatu dan ia melakukannya, maka kepuasan yang ia dapat. Begitu pula sebaliknya, yang mengakibatkan ia melakukan hal lain untuk mencari kepuasan. Tetapi, jika seseorang tidak siap untuk melakukan sesuatu dan ia memaksa untuk melakukannya, maka kekecewaanlah yang akan muncul.
3. Prinsip-prinsip Kesiapan
Menurut Slameto prinsip-prinsip kesiapan meliputi:
1) Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh mempengaruhi).
2) Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari pengalaman.
3) Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap kesiapan.
4) Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu selama masa pembentukan dalam masa perkembangan. Mengenai prinsip-prinsip kesiapan, Rasulullah SAW juga senantiasa memperhatikan kesiapan para sahabat, yakni dengan menguji kemampuan saat berangkat perang sebagaimana riwayat berikut:
حدثنا محمد بن عبدلله بن نمیر, حدثنا أبي, حدثنا عبدلله, عن نافع, عنابن عمر قال, عرضني رسول لله صلى لله علیھ وسلم یوم احد فيالقتال, وأنا ابن أربع عشرة, فلم یجزني. و عر ضني یوم الخندق, وأنا ابن خمس عشرة سنة,فأجزاني." (رواه البخاري)
Artinya: Menceritakan kepadaku Muhammad Ibn ‘Abdullah Ibn Numair, menceritakan kepada kami ‘Abdullah, dari Nafi’ dari Ibn Umar berkata, “Rasulullah SAW menguji kemampuanku berperang pada hari perang uhud, ketika aku berusia empat belas tahun, lalu beliau tidak
mengizinkanku. Dan beliau mengujiku kembali pada hari perang Khandaq ketika aku berusia lima belas tahun, lalu beliau mengizinkan aku”. (HR. Bukhari) Menurut Soemanto prinsip-prinsip bagi perkembangan readiness meliputi:
1) Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk readiness.
2) Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu.
3) Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian individu, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah.
4) Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang, maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan masa formatif bagiperkembangan pribadinya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan belajar siswa. Di bawah ini di kemukakan faktor-faktor kesiapan belajar dari beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:
Menurut Darsono faktor kesiapan meliputi:
1) Kondisi fisik yang tidak kondusif. Misalnya sakit, pasti akan mempengaruhi faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk belajar
2) Kondisi psikologis yang kurang baik. Misalnya gelisah, tertekan, dan sebagainya. merupakan kondisi awal yang tidak menguntungkan bagi kelancaran belajar. Sedangkan Menurut Slameto kondisi kesiapan mencakup 3 aspek, yaitu:
1) Kondisi fisik, mental dan emosional.
2) Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan.
3) Ketrampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.
Menurut Djamarah faktor-faktor kesiapan meliputi:
1) Kesiapan fisik. Misalnya tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk, dan sebagainya)
2) Kesiapan psikis. Misalnya ada hasrat untuk belajar, dapat berkonsentrasi, dan ada motivasi intrinsik.
3) Kesiapan Materiil. Misalnya ada bahan yang dipelajari atau dikerjakan berupa buku bacaan, catatan dll.
Menurut Soemanto faktor yang membentuk readiness, meliputi:
1) Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologi; ini menyangkut pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya, alat-alat indera, dan kapasitas intelektual.
2) Motivasi, yang menyangkut kebutuhan, minat serta tujuan-tujuan individu untuk mempertahankan serta mengembangkan diri. 18Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai dasar indicator kesiapan belajar adalah kesiapan dari segi fisik, kesiapan dari segi psikis dan kesiapan dari segi materil dan pengetahuan. Kesiapan dari segi fisik seperti jauh dari gangguan kelelahan, mengantuk, lesu dan lain-lain. Kesiapan dari segi psikis menyangkut kondisi mental dan emosional seperti konflik, gugup dan tegang, kepercayaan pada diri sendiri, penyesuaian diri dan konsentrasi. Kesiapan materil dan pengetahuan seperti kesiapan bahan pelajaran, penguasaan materi, membaca buku pelajaran atau berita dari media cetak maupun elektronik, kecepatan waktu dalam menjawab dan kelancaran menghafal.
5. Aspek-aspek Kesiapan
Menurut Slameto mengemukakan aspek-aspek kesiapan adalah:
1) Kematangan (maturation)
Kematangan adalah proses yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan.
2) Kecerdasan
Di sini hanya dibahas perkembangan kecerdasan menurut J. Piaget yang menurutnya perkembangan kecerdasan adalah sebagai berikut:
a) Sensori motor periode (0–2 tahun)
WastyAnak banyak bereaksi reflek, reflek tersebut belum terkoordinasikan. Terjadi perkembangan perbuatan sensori motor dari yang sederhana ke yang relatif lebih kompleks.
b) Preoperational period (2–7 tahun)
Anak mulai mempelajari nama-nama dari obyek yang sama dengan apa yang dipelajari orang dewasa.
c) Concrete operation (7–11 tahun)
Anak mulai dapat berpikir lebih dulu akibat-akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan yang akan dilakukannya, ia tidak lagi bertindak coba-coba salah (trial and error).
d) Formal operation (lebih dari 11 tahun)
Kecakapan anak tidak lagi terbatas pada obyek-obyek yang konkret serta Ia dapat memandang kemungkinan-kemungkinan yang ada melalui pemikirannya (dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan. Dapat mengorganisasikan situasi/masalah. Dapat berfikir dengan betul (dapat berpikir yang logis, mengerti hubungan sebab akibat, memecahkan masalah berpikir secara ilmiah ).
.
B. Tinjauan Lapangan
Dari hasil Ovservasi yang kami lakukan di Sekolah Dasar Negeri 3 Gisting Atas. Kami menemukan kesulitan belajar yang dominan di hadapi oleh siswa yang disampaikan oleh: Bapak MUKTIONO ,Spd sebagai perwakilan wali kelas kelas 5-6 yang masing-masing kelas berjumlah, kelas IV : 32 orang, V : 19 orang, VI : 34 orang . antaralain sebagai berikut :
1. Kemampuan intlektual dibawah rata-rata atau daya tangkap yang kurang ketika seorang guru menjelaskan suatu pelajaran berulang kali akan tetapi siswa tetap tidak mennangkap apa yang di sampaikan oleh gurunya. Kemudian guru memberikan alternatif lain kepada siswa dengan cara mendatangi langsung siswa yang bersangkutan dan memberika bimbingan, arahan dan motifasi.
2. Nakal karna anak inggin mendapatkan perhatian dan sanjungan dari guru maka anak melakukan sesuatu perbuatan yang dapat memancing suatu perhatiang guru karna tidak di dapatka di dalam keluargannya sehingga di bawa pada saat dia di sekolah.
3. Kemudian ada anak yang memiliki kemampuan IQ di bawah rata-rata yang memang seharus nya di sekolahkan di tempat khusus seperti SLB akan tetapi karna kendala letak Rumah denga sekolah yang jarak tempuh nya sangat jauh maka anak itu tetap sekolah seperti layaknya teman teman sebayanya. Dengan cara pembelajaran yang setaiap harinya siswa dipangil oleh guru untuk kedepan kelas untuk belajar membaca yang satu parangraf bacaan di ulang sebanyak sepuluh kali, maka anak itu tetap di naik kelas kan dengan persaratan harus dua tahun di dalam satu kelas untuk naik kelas berikut nya.
4. Yang berperan sebagai guru Bk di Sekolah Dasar Negeri 3 Gisting Atas yaitu guru Olahraga yang tidak memiliki pengetahuan tentang BK itu sendiri.
5. Penyeleksian untuk menentukan penjurusan terhadap anak dilakukan di saat anak kelas 3 di mana pada kelas tiga siswa dituntut sudah lancer dalang membaca dan menulis, untuk siswa yang masih blum lancer membaca dan menulis maka akan di berikan bimbinga selama 3 bulan, cara ini sudah diterapkan sejak lama oleh guru.
6. Langkah yang di ambil oleh Guru dalam memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar yaitu dengan menciptakan suasana kelas yang kondusif dan membrika suatu metode pembelajaran denga menggunakan berbagai media yang dapat menarik perhatian stiap individu sehingga peserta didik didalam mengikuti suatu pembelajaran tidak merasa bosan dan jenuh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembehasan di atas dapat disimpulkan bahwa, kesulitan belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang harus dipahami oleh peserta didik itu sendiri, orang tua, dan guru. Banyak peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, tetapi mereka tidak mengetahui yang mereka alami. Peran orang tua sangatlah penting untuk selulu mengawasi cara belajar anak. Orang tua harus mampu memberikan motivasi kepada anak, sehingga anak memiliki kesadaran untuk belajar tanpa harus ada paksaan. Penghargaan ketika anak mencapai prestasi merupakan suatu hal yang penting, karena mereka juga ingin usahanya dihargai dan diperhatikan. Sebaliknya apabila anak mengalami prestasi yang kurang, orang tua dilarang untuk mengucapkan hal-hal kasar yang dapat membuat semangat anak untuk belajar menurun bahkan anak tersebut malas untuk belajar lagi. Selain orang tua yang memiliki peranan yang sangat penting didalam prrestasi belajar anak adalah guru. Guru sangat berperan penuh didalam keberhasilan anak didiknya. Selain hal tersebut faktor linkungan juga berpengaruh terhadap kesuksesan belajar anak.
Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan terapi terhadap permasalan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui berbagai media penanganan yang khusus intensif serta terpadu antara pendidik, siswa dan orang tua dirumah. Karena walau bagaimanapun juga sebagaian waktu anak lebih banyak dihabiskan di rumah dari pada di sekolah di bawah pengawasan orang tua.
Dalam hal ini pendidik yakni guru di sekolah dan orang tua di rumah dituntut untuk benar-benar mengerti akan tipe atau jenis masalah yang dihadapi oleh siswa/anak. Dengan memahami jenis masalah, diharapkan pendidik mampu memberikan solusi penanggulangan sesuai dengan masalah yang bersangkutan.
B. SARAN
Guru seharusnya bekerjasama dengan orang tua guna meningkatkan prestasi belajar anak. Setiap anak memiliki kesulitan-kesulitan belajar yang berbeda-beda, hal inilah yang sulit dilakukan oleh guru didalam mengedintivikasi kesulitan beljar anak, dengan adanya kerjasama dengan orang tua diharap kan mampu mengenalai dan membeerikan solusi kepada kesulitan belajar kepada peserta didik. Selain itu diperlukan juga motivasi untuk belajar dari guru maupun dari maupun orang tua. Dalam hal ini lingkungan juga berpengaruh, maka sebaiknya anak dibiasakan dengan lingkungan yang disiplin khususnya didalam proses belajar. Dengan pembiasaan-pembiasaan yang seperti itulah diharapkan anak dapat meningkatkan dan sadar akan kepentingan belajar. Anak yang memiliki kesadaran untuk belajar kemungkinan besar tidak akn ada hambatan mengenai proses belajarnya. Belajar tanpa paksaan itu lebih baik bagi proses belajar anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad. 1984/985. Petunjuk Penyelenggaraan SLB. Jakarta: PT Bina Flora Utama.
Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Gredler, Margaret E.Bell. 1991. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: CV Rajawali.
Holsten, Herman. 1986. Ilmu Pendidikan Teoristis dan Praktis. Bandung: Remadja Karya CV.
LAMPIRAN
evaluasi plaksanaan prongram bk
A. Prosedur Pengelolaan Program BK Belajar Anak SD
Prosedur pengelolaan program bimbingan dan konseling di sekolah dasar tidak terlepas dari adanya manajement di institusi pendidikan (sekolah) itu sendiri yang melibatkan seluruh personil sekolah untuk menunjang kesuksesan pelaksanaannya. Personil pelaksana pelayanan bimbingan di sekolah dasar adalah segenap unsur yang terkait dalam organisasi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dengan koordinator dan guru pembimbing/konselor sebagai pelaksana utamanya. Uraian tugas dan tanggung jawab masing-masing personil tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kepala sekolah
Kepala sekolah mempunyai peranan sebagai penanggungjawab seluruh program pendidikan di sekolah kepada dinas pendidikan yang menjadi atasannya, termasuk di dalamnya layanan bimbingan. Dalam hubugannya dengan program BK, fungsi dan peranan kepala sekolah antara lain sebagai berikut.
a. Mengkoordinasikan kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
b. Menyediakan tenaga, sarana dan fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling.
c. Memberikan kemudahan bagi terlaksananya program bimbingan dan konseling di sekolah.
d. Melakukan supervisi terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut..
e. Mengadakan kerja sama dengan instansi lain yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling
2. Guru Kelas /Pembimbing
Sebagai pelaksana utama dalam peogram BK di SD/MI, guru kelas memiliki peran natra lain
a. Merencanakan program dan membuat program bimbingan dan konseling.
b. Melakukan koordinasi dengan kepala sekolah dan guru.
c. Melakukan kerja sama dengan orang tua dalam layanan bimbingan kepada peserta didik.
d. kegiatan layanan bimbingan dengan mengintegrasikan pada mata pelajaran masing-masing.
e. Menilai proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling.
f. Menganalisis hasil penilaian layanan bimbingan dan konseling.
g. Melaksanakan tindak lanjut dan alih tangan berdasarkan hasil analisis penilaian.
h. Membantu peserta didik dalam kegiatan ekstrakulikuler.
3. Guru Mata Pelajaran
Guru mata pelajaran adalah personil yang sangat penting dalam aktifitas bimbingan dan konseling. Tugas-tugasnya adalah:
a. Melaksanakan kegiatan layanan bimbingan melalui kegiatan belajar mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya.
b. Berkonsultasi dengan guru kelas / pembimbing dalam hal masalah-masalah yang berkaitan dengan bimbingan.
c. Bekerja sama dengan guru kelas / pembimbing dalam hal pengembangan program bersama /terpadu.
4. Pengawasan
Pengawasan sangat diperlukan untuk menjamin terlaksananya layanan secara tepat. Pengawasan dilakukan baik secara teknis maupun administrative. Fungsi pengawasan adalah memantau, menilai, memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan kegiatan layanan bimbingan di SD/MI. Pengawasan dilaksanakan oleh dinas pendidikan secara berjenjang. Tingkat kecamatan dilakukan oleh pengawas SD/MI Dinas Pendidikan Kecamatan setempat.
Adapun mekanisme kerja dalam pengelolaan bimbingan dan konseling di sekolah dasar, antara lain :
a. Guru mata pelajaran
Membantu memberikan informasi tentang data siswa, meliputi: Daftar nilai siswa, observasi, dan catatan anekdot.
b. Wali Kelas
Disamping sebagai orang tua kedua di sekolah, juga membantu mengkoordinasi informasi dan kelengkapan data, meliputi : daftar nilai, angket siswa, angket orang tua, catatan anekdot, laporan observasi siswa, catatan home visit dan catatan wawancara.
c. Guru pembimbing
Disamping memberikan layanan informasi kepada siswa juga sebagai sumber data yang meliputi: kartu akademis, catatan konseling, data psikotes, dan catatan konferensi kasus.
d. Kepala sekolah
Kegiatan guru pembimbing yang perlu diketahui oleh kepala sekolah, adalah : melaporkan kegiatan bimbingan dan konseling sebulan sekali, dan laporan tentang kelengkapan data.
B. Perencanaan Program BK Anak SD
Syamsu Yusuf (2009: 69) perencanaan program adalah seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk mencapai tujuan. Aktivitas-aktivitas itu meliputi identifikasi kebutuhan konseli (need assessment), perumusan tujuan, pengembangan komponen program (kurikulum bimbingan, layanan responsif, perencanaan individual dan dukungan sistem), penyusunan deskripsi kerja para personel pelaksana, penetapan anggaran, persiapan sarana dan prasarana atau fasilitas yang yang mendukung penyelenggaraan program.
Nana Syaodih Sumadinata (2007 : 134) mengatakan perencanaan (planning) berkenaan dengan identifikasi kebutuhan dan penyusunan rencana kegiatan. Sehubungan dengan perencanaan program bimbingan, Edward C. Roeber (Juntika Nurihsan, 2009 :82) mengemukakan tiga buah pertanyaan yang perlu di jawab dalam merencanakan suatu program bimbingan, yaitu:
1. What are the guidance needs of the pupils?
2. To what extent are their needs being met under present conditions?
3. How are the school better meet their needs?
Dalam merumuskan program bimbingan dan konseling di SD, stuktur dan isi materi program ini bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik di setiap sekolah. Berikut ini struktur utuh pengembangan program di madrasah / sekolah yang berbasis tugas-tugas perkembangan peserta didik, diantaranya:
a. Rasional
Berisikan rumusan dasar pemikiran tentang pentingnya bimbigan dan konseling dalam keseluruhan program sekolah, yang mencakup konsep dasar yang digunakan, kaitan bimbingan dan konseling dengan pembelajaran atau implementasi kurikulum, dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan sosial-budya terhadap kehidupan masyarakat, dan hal-hal lain yang relevan.
b. Visi dan misi
Secara mendasar visi dan misi bimbingan dan konseling perlu dirumuskan ulang ke dalam fokus isi yaitu:
1) Visi : membangun iklim sekolah bagi keberhasilan seluruh peserta didik.
2) Misi : memfasilitasi seluruh peserta didik memperoleh dan menguasai kompetensi di bidang akademik , pribadi-sosial dan karir berlandasan pada tata kehdupan etis normatif dan ke taqwaan kpada tuhan yang maha esa
c. Deskripsi kebutuhan
Berisikan rumusan hasil penilaian kebutuhan (need asesment) peserta didik dan lingkungannya ke dalam rumusan perilaku – perilaku yang diharapkan dan di kuasai oleh peserta didik. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi dan merumuskan kebutuhan, yaitu (1) mengkaji kebutuhan atau masalah peserta didik yang nyata di lapangan, dan (2) mengkaji harapan sekolah dan masyarakat terhadap peserta didik secara ideal. Kebutuhan atau masalah pesertan didik dapat diidentifikasi melalui (1) karakteristik peserta didik, seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, temperamen (periang, pendiam, pemurung atau mudah tersinggung), an karakternya (seperti kejujuran, kedisiplinan dan tanggung jawab); atau (2) tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk memberikan layanan bimbingan.
d. Tujuan
Tujuan bimbingan dan konseling merupakan pernyataan yang menggambarkan kualitas perilaku atau pribadi peserta didik yang diharapkan berkembang melalui berbagai strategi layanan kegiatan yang diprogramkan. Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar memiliki kemampuan menginternalisasi yang meliputi pemahaman (awareness), sikap (accommodation), dan keterampilan atau tindakan (action) dari nilai-nilai yang terkandunng di dalam tugas perkembangan yang harus di kuasainya berdasarkan tingkatan kelasnya.
Dalam perencanaan program BK di sekolah dasar, harus mencantumkan tujuan program tersebut dibuat yang berisikan rumusan tujuan yang akan dicapai dalam bentuk perilaku yang harus dikuasai peserta didik setelah memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling secara terpadu dalam pembelajaran di kelas. Tujuan yang dirumuskan hendaknya mencakup tiga tata aturan :
1)
Untuk membangun pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap perilaku atau standar kompeensi yang harus di peajari dan dikuasai Akomodasi Untuk membangu pemaknaan, internalisasi, dan menjadikan perilaku / kompetensi baru sebagai bagian dari kemampuan dirinya
e. Tindakan
Mendorong peserta didik untuk mewujudkan perilaku dan kompetensi baru itu dalam tindakan nyata sehari-hari
f. Komponen program
Program bimbingan dan konseling di sekolah mencakup: (a) Komponen pelayanan dasar bimbingan; (b) Komponen pelayanan responsive; (c) Komponen perencanaan individual; (d) Komponen dukungan sistem ( manajemen).
- Layanan Dasar
Layanan dasar bimbingan merupakan layanan bantuan bagi seluruh peserta didik (for all) melalui kegiatan-kegiatan kelas atau luar kelas yang disajikan secara sistematis dalam rangka membantu peserta didik mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Tujuan layanan ini juga dapat dirumuskan sebagai upaya membantu peserta didik agar (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, social-budaya, dan agama); (2) mampu mengembangakn keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku tepat (memadai) bagi penyesuaian dirinya dengan lingkungan; (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan; (4) mampu mengem-bangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
- Layanan Responsif
Layanan responsive merupakan layanan bantuan bagi peserta didik yang emmeiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera (immediate needs ami concerns). Layanan ini bertujuan untuk membantu peserta didik dalam memenuhi kebutuhannya yang dirasakan pada saat ini, atau para peserta didik yang dipandang mengalami hambatan (kegagalan) dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Indikator dari kegagalan itu berupa ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri atau perilaku bermasalah, atau malasuai (maladjustment).
- Layanan Perencanaan Individual
Layanan perencanaan individual dapat diartikan sebagai layanan bantuan kepada semua peserta didik agar mampu membuat dan melaksanaan perencanaan masa depannya, berdasarkan pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Tujuan layanan ini ialah untuk membimbing seluruh peserta didik agar (a) memiliki kemampuan untuk merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan diirnya, baik yang menyangkut aspek pribadi, social, belajar maupun karir; (b) dapat belajar memantau dan memahami perkembangan dirinya, dan (c) dapat melakukan kegiatan atau tindakan berdasarkan pemahamannya atau tujuan yang telah dirumuskan secara proaktif.
- Dukungan Sistem
Dukungan sistem merupakan komponen program yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada peserta didik, atau memfasilitasi kelancaran perkembangan peserta didik. Tujuan dari adanya dukungan sistem ini ialah memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan dan konseling secara menyeluruh melalui pengembangan professional; memanajemen hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas; manajemen program; penelitian dan pengembangan.
g. Rencana operasional
Rencana kegiatan diperlukan untuk menjamin pelaksanaan program bimbingan konseling berjalan secara efektif dan efesien, meskipun implementasi di SD masih terpadu dalam proses pembelajaran di kelas. Rencana kegiatan adalah uraian detail dari program yang meng-gambarkan struktur program, baik kegiatan di sekolah maupu luar sekolah, untuk memfasilitasi peserta didik mencapai tugas perkembangan atau kompetensi tertentu. Atas dasar komponen program di atas maka dilakukan :
1. Identifikasi dan rumusan berbagai kegiatan yang harus / perlu dilakukan. Kegiatan ini diturunkan dari perilaku / tugas perkembangan /kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
2. Pertimbangan porsi waktu yang di perlukan untuk melaksanakan setiap kegiatan di atas. Apakah kegiatan itu dilakukan dalam waktu tertentu atau terus-menerus
h. Program bimbingan dan konseling sekolah yang telah di tuangkan ke dalam rencana kegiatan perlu dijadwalkan ke dalam bentuk kalender kegiatan. Kalender kegiatan mencakup : kalender tahunan, semesteran, bulanan, dan mingguan.
i. Program bimbingan dan konseling perlu dilaksanakan dalam bentuk : (a) Kontak langsung: Untuk kegiatan kontak langsung yang dilakukan secara klasikal di kelas (pelayanan dasar) perlu dialokasikan waktu terjadwal 2 jam pelajaran per-kelas per-minggu; (b) Tanpa kontak langsung dengan peserta didik: Kegiatan bimbingan tanpa kontak langsung dengan peserta didik dapat dilaksanakan melalui tulisan (e-mail, buku-buku, brosur, /majalah dinding), kunjungan rumah (home visit), konferensi kasus (case conference), dan ahli tangan (referal)
j. Pengembangan tema / topic
Tema / topik merupakan rincian lanjut dari kegiatan yang sudah diidentifikasikan yang terkait dengan tugas-tugas perkembangan, dirumuskan dal bentuk materi untuk setiap komponen program.
k. Pengembangan satuan pelayanan
Dikembangkan secara betahap sesuai dengan tema topik , di buat tersediri atau diintegrasikan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
l. Evaluasi
Rencana evaluasi perkembangan peserta didik dirumuskan atas dasar tujuan yang dicapai, sedangkan evaluasi program di fokuskan pada tingkat keterlaksanaan program.
m. Anggaran
Rencana anggaran untuk mendukung implementasi rogram dinyatakan secara cermat rasional dan reaslistik
Berdasakan paparan diatas , contoh program bmbingan di SD yang dalam implementasinya terintegrasi dalam proses pembelajaran yang diselengarakan oleh guru kelas. Dari program umum bimbingan dan konselig di SD dijabarkan kembai menjadi program khusus adalah:
Pengumpulan data peserta didik
Data tentang peserta didik merupakan informai awal yang sangat diperlukan oleh pihak guru /sekolah berkenanan dengan segala karakteristik peserta didik , baik diatas / informasi tentang keadaan aspek pisik-jasmaniah maupun psikis-rohanian seperti dijelakan terdahulu. Data tersebut di perlukan mulai saat anak masuk sekolah diawal tahun ajaran , sehingga dapat membuat progra sesuai dengan kebutuhan dan ermasalahan peserta didik
Layanan orientasi dan pemberian informasi
Layana orientsi paa setap jenjang kelas sangat di perlukan terutama pada peserta didik kelas 1 yang baru pertama kali memasukin tingkat sekolah yang seungguhnya
Kesan tentang sekolah harus baik /positif dn menyenangkan sehingga peserta didik tidak merasa asing atau takut tentang lngkungan baru nya , seperti tentang guru fasilitas yang di miliki sekolah , tata tertib cara belajar bsb. Eikutsertaan orangtua dalam kegiatan orientasi sangat di perlukan untuk membantu putra –putrinya dalam menyesuaikan diri dengan sekolah
Layanan penempatan dan penyaluran
Layanan ini perlu dikembangkangkan di SD sejak memasuki sekolah sampai menyelesesaikan pendidikanya disekolah tersebut, baik penempatan /penyaluran pada kegiatan intra kurikuler maupun ekstrakurikuler . melalui layanan ini, diharapkan peserta didik di SD ini terfasilitasi proses perkembangan perilaku dan pribadinya secara optimal.
C. Pelaksanaan Program BK Belajar Anak SD
1. Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Belajar di SD Kelas I dan II
a. Layanan Bimbingan dan Konseling
Masing-masing layanan bimbingan. dan konseling menyangkut berbagai materi yang termuat di dalam keempat bidang bimbingan, yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karier.
1) Layanan Orientasi dan Informasi
Layanan orientasi dan informasi di Kelas I dan II SD terutama sekah diselenggarakan terhadap orang tua siswa agar para orang tua itu memahami kondisi dan tuntutan sekolah. Dengan pemahaman seperti itu orang tua diharapkan akan bekerja sama dan membantu sekolah demi keberhasilan pendidikan anak-anak mereka.
a) Materi Layanan Orientasi dan Informasi
Materi layanan orientasi dan informasi bidang bimbinngan belajar di kelas-kelas rendah SD itu terutama adalah :
1. informasi tentang kurikulum SD, yang meliputi :
• tujuan pendidikan SD.
• mata pelajaran di SD.
• sistem dan pendekatan proses belajar, baik di kelas maupun di luar kelas (di rumah).
• sistem ulangan, penilaian, rapor, dan kenaikan kelas
• pelayanan bimbingan dan konseling yang ada di sekolah.
2. informasi tentang jam belajar di sekolah.
3. informasi tentang fasilitas belajar yang ada di sekolah, seperti perpustakaan, sarana olah raga.
4. informasi tentang kegiatan belajar yang dituntut dari siswa.
5. informasi tentang perlunya pengembangan kreativitas anak.
6. informasi tentang peranan orang tua membantu anak belajar (di rumah).
b) Layanan Orientasi dan Informasi
Layanan orientasi dan informasi yang diberikan kepada orang tua diselenggarakan melalui pertemuan langsung antara para orang tua dengan Guru Kelas, minimal pada setiap awal catur wulan pertama; sedangkan yang langsung diberikan kepada siswa dapat dilakukan melalui berbagai cara dan/atau bentuk kegiatan :
- Dalam kegiatan di luar kelas, seperti dalam upacara, ketika berbaris hendak memasuki ruang kelas, ketika menye-lenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler, dsb.
- Dalam kegiatan di kelas, seperti pengaturan duduk dengan tertib, berdoa sebelum mulai pelajaran, mengikuti pelajaran, cara yang baik bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan kawan dan merespon secara baik jawaban kawan, memakai alat belajar, dsb.
- Dalam penyelenggaraan mata pelajaran tertentu, seperti tata cara pergaulan diinfusikan dalam pelajaran PMP, Bahasa Indonesia; gambaran tentang perlunya bekerja diinfusikan ke dalam pelajaran Bahasa Indonesia, IPS yang menyangkut lingkungan sosial, Berhitung, dsb.
- Dalam kesempatan khusus yang sengaja diadakan oleh guru, seperti penjelasan tentang kegiatan belajar sehari¬-hari, pekerjaan rumah, tugas-tugas piket harian, dsb.
- Dalam kesempatan insidentil kepada siswa tertentu tentang sesuatu hal yang timbul waktu itu, seperti mengucapkan salam, cara memasuki ruangan, kerapihan dan kebersihan pakaian, memakai kamar kecil, dsb. (Cara¬-cara dan bentuk kegiatan tersebut dapat bervarasi dan dimodifikasi sesuai dengan materi bimbingan yang diberikan dan kondisi yang ada pada waktu itu).
Cara-cara dan bentuk kegiatan tersebut di atas bervariasi dan dimodifikasi sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi serta kelengkapan yang ada pada waktu itu.
2) Layanan Penempatan/Penyaluran
Layanan penempatan/penyaluran diselenggarakan untuk melayani para siswa sesuai dengan potensi, bakat, minat, serta kondisi pribadinya. Dalam kelompok belajar misalnya, para siswa dikelompokkan sesuai dengan kecepatan belajarnya. Di dalam kelas, para siswa ada yang didudukkan di belakang, di depan, di samping kiri atau kanan, berdampingan dengan si A, si B, dan seterusnya. Posisi duduk masing-masing siswa itu setiap kali perlu mendapat perhatian Guru Kelas, agar kondisi pribadi dan perkembangan mereka memperoleh pelayanan dan penyaluran yang tepat.
Demikian juga penempatan/penyaluran para siswa ke dalam kelompok bermain, kelompok piket harian, kelompok kegiatan ekstra kurikuler perlu mendapat perhatian sepenuhnya dari Guru Kelas dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling.
Materi-materi dalam layanan penempatan/penyaluran untuk bidang bimbingan belajar bagi para siswa Kelas I dan II SD meliputi pokok-pokok berikut :
- penempatan siswa ke dalam kelompok belajar dengan mempertimbangkan materi program pengayaan dan pengajaran perbaikan yang diperlukan siswa.
- penempatan siswa ke dalam kelompok belajar yang secara bersama-sama mempergunakan alat dan/atau bahan belajar yang sama (misalnya satu buku dipakai bersama-sama oleh lima orang siswa).
Catatan: Pengelompokan siswa ke dalam kelompok belajar "cepat, sedang, dan lambat", serta "campuran", sejalan dengan materi bimbingan belajar pada bagian ini.
Layanan penempatan/penyaluran tersebut secara langsung dilaksanakan oleh Guru Kelas, baik untuk kegiatan-kegiatan siswa di dalam kelas, maupun di luar kelas. Penempatan/ penyaluran siswa pada satu posisi, kelompok atau kegiatan tertentu tidak harus berlaku untuk waktu yang lama (misalnya selama satu cawu atau lebih), melainkan sesuai dengan kepentingan dilakukannya penempatan/penyaluran tersebut. Sesuai dengan kepentingannya penempatan/penyaluran itu sewaktu¬-waktu dapat diubah/ditukar.
3) Layanan Penguasaan Konten
Layanan pembelajaran bermaksud mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar siswa serta meningkatkan seoptimal mungkin hasil belajar mereka. Materi layanan penguasaan konten biadang bimbingan belajar di Kelas I dan II meliputi pokok-pokok berikut :
- upaya menyajikan materi pengayaan kepada siswa yang cepat belajar dalam mata pelajaran tertentu.
- upaya penyajian pengajaran perbaikan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam mata pelajaran tertentu.
- upaya meningkatkan gairah belajar, misalnya dengan mengadakan lomba sederhana hasil karangan dan gambar anak-anak, dsb.
- upaya meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan siswa-siswa lambat atau kurang gairah dalam belajar, seperti suasana kelas kurang nyaman dan tidak menyenangkan, suasana hubungan sosio-emosional antar teman sekelas yang kurang menyenangkan, hubungan sosio-emosional di rumah kurang menyenangkan, kemampuan fisik menurun karena tidak makan pagi atau kekurangan gizi, dsb.
Berbeda dari layanan orientasi dan informasi yang di¬berikan melalui penjelasan atau uraian, maka layanan penguasan konten lebih berupa tindakan atau upaya langsung dari Guru Kelas terhadap para siswanya, baik dalam bentuk petunjuk, nasehat, ajakan, perintah, pemberian contoh ataupun latihan- latihan tertentu. Para siswa diberi petunjuk, nasehat, perintah, ajakan, contoh-contoh dan/atau latihan agar mereka benar-benar belajar sehingga pada diri siswa itu secara perorangan tertanam sikap dan kebiasaan yang dimaksudkan dan tercapai hasil belajar yang optimal, tidak hanya dalam kaitannya dengan mata pelajaran di kelas yang bersangkutan tetapi juga hal-hal lain yang diperlukan dalam pengembangan diri secara utuh. Pelaksanaan layanan penguasaan konten tersebut dapat dilakukan di dalam kelas, baik dalam kaitannya dengan pelajaran tertentu ataupun terlepas dari sesuatu mata pelajaran, dan dapat pula dilakukan di luar kelas.
b. Kegiatan Pendukung Bimbingan Dan Konseling
1. Aplikasi Instrumentasi dan Himpunan Data
Aplikasi instrumentasi (baik tes mau pun non-tes) yang secara langsung dikenakan kepada para siswa hampir-hampir tidak ada, kecuali untuk siswa terte.itu yang memerlukan pengungkapan data khusus, misalnya perlu dites inteligensinya. Tes inteligensi itupun tidak diselenggarakan oleh Guru Kelas, melainkan oleh Guru Pembimbing atau ahli lain yang berkewenangan untuk itu.
Instrumen berupa angket ada yang perlu diisi oleh orang tua siswa, yaitu terutama yang menyangkut :
- identitas pribadi siswa.
- latar belakang rumah dan keluarga.
- sejarah kesehatan siswa.
Hasil pengisian angket itu kemudian disimpan dalam bentuk himpunan data. Himpunan data ini selanjutnya dipelihara dan dikembangkan sehingga memuat berbagai keterangan penting tentang siswa yang bersangkutan. Selanjutnya, himpunan data itu dilengkapi dengan nilai-nilai hasil belajar dan kegiatan ekstra-kurikuler.
2. Konferensi Kasus
Konferensi kasus perlu diselenggarakan untuk membahas permasalahan siswa yang memerlukan keterangan dan penanganan lebih luas. Konferensi kasus ini diselenggarakan oleh Guru Kelas dengan mengundang orang tua siswa, Kepala Sekolah, dan jika diperlukan mengikutsertakan pula guru kelas lain, guru agama, dan guru penjaskes yang mengajar siswa tersebut, serta seorang Guru Pembimbing dari SUP atau SLTA terdekat. Hasil konferensi kasus ini dipergunakan oleh Guru Kelas untuk melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling lebih lanjut terhadap siswa yang bersangkutan.
3. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah perlu dilaksanakan oleh Guru Kelas apabila untuk permasalahan siswa yang sedang ditangani diperlukan keterangan lebih jauh dari dan tentang orang tuanya serta tentang kondisi keluarganya, dan/atau Guru Kelas ingin menyampaikan sesuatu kepada orang tua siswa tentang permasalahan anaknya itu. Hasil kunjungan rumah dapat dipergunakan oleh Guru Kelas untuk melanjutkan pelajarannya terhadap siswa yang bersangkutan. Lebih jauh, dengan kunjungan rumah itu orang tua dapat diajak bekerja sama untuk mengentaskan permasalahan siswa tersebut.
Kegiatan kunjungan rumah dapat diganti dengan pemanggil¬an orang tua ke sekolah. Namun demikian, kunjungan rumah secara langsung akan lebih menguntungkan, karena penerimaan orang tua terhadap guru di rumahnya sendiri akan lebih akrab sehingga lebih memungkinkan dijalinnya kerja sama. Di samping itu, kunjungan I memungkinkan rumah lebih memungkinkan Guru Kelas melihat secara langsung dan memahami lebih mendalam suasana rumah dan keluarga siswa yang sedang dibimbingnya itu.
4. Alih Tangan Kasus Tangan kasus
Alih Tangan kasus dilaksanakan apabila Guru Kelas merasa kurang berkemampuan menangani permasalahan siswanya. Pertama-tama alih tangan dilakukan kepada Kepala Sekolah. Apabila penanganan masalah itu belum tuntas juga alih tangan dapat dilakukan kepada salah seorang Guru Pembimbing dari SLIP terdekat. Satu hal yang perlu mendapat perhatian ialah bahwa alih tangan itu perlu sepengetahuan dan terlebih dahulu mendapat izin dari orang tua siswa.
2. Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Belajar di SD Kelas III Dan IV
a. Layanan Bimbingan Dan Konseling
1. Layanan Orientasi dan Informasi
Materi layanan orientasi dan informasi bidang bimbingan belajar di Kelas III dan IV SD pertama-tama merupakan pemantapan dari materi pelayanan di kelas sebelumnya- Lebih jauh, materi tersebut ditingkatkan dan diperluas sehingga mencakup pokok-pokok berikut :
- pemantapan materi di Kelas I dan II.
- informasi tentang mata pelajaran dan kegiatan lainnya yang perlu dikembangkan di Kelas III atau Kelas IV.
- informasi tentang pengaturan jadwal kegiatan belajar (baik di sekolah maupun di rumah), kegiatan olah raga, latihan keterampilan, dan kegiatan ekstra kurikuler, sesuai dengan tingkat kelasnya (Kelas III atau Kelas IV).
- informasi tentang fasilitas sumber dan alat bantu belajar termasuk alat olah raga, yang ada di Kelas III atau Kelas IV dan bagaimana memanfaatkannya.
- informasi tentang bagaimana mencatat secara baik materi pelajaran dari guru.
- informasi tentang bagaimana mempersiapkan diri dan mengikuti pelajaran di dalam kelas, belajar sendiri, belajar kelompok, dan mengerjakan tugas-tugas.
- informasi tentang syarat-syarat naik kelas dan apa akibatnya kalau tidak naik kelas.
Berbeda dari keadaannya di Kelas I dan Kelas II, materi orientasi dan informasi di Kelas III dan Kelas IV lebih meluas dan mendalam. Informasi tentang keadaan sekolah bersifat pendalaman mengikuti pengalaman siswa di kelas-kelas sebelumnya. Seiring dengan hal tersebut, peranan orang tua tidak lagi sepenting ketika para siswa baru saja memasuki SD. Di Kelas III dan IV informasi dapat langsung diberikan oleh Guru Kelas kepada siswa dan siswa itu langsung menerima dan memahami berbagai informasi itu sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.
Lebih jauh, karena pemahaman siswa sudah bertambah luas dan kemampuan berbicarapun telah meningkat. maka untuk sesama siswa sudah dapat dimulai kegiatan saling memberikan informasi. Misalnya informasi tentang kebersihan lingkungan sekolah, tentang temannya yang sakit, tentang keadaan keluarga, tentang keadaan lingkungan rumahnya. dsb. Informasi Langsung diberikan oleh siswa untuk siswa itu dan kemudian dikoreksi (kalau ada yang keliru), diperjelas, di perluas, dan dipercaya Guru Kelas.
2. Layanan Penempatan/Penyaluran
Layanan penempatan/penyaluran di Kelas III dan IV mengikuti pula pola yang sama dengan layanan sejenis di kelas-kelas sebelumnya. Materinya bidang belajar pun tidak jauh berbeda, yaitu Penempatan/penyaluran siswa ke: (1) dalam kelompok belajar pada umumnya, tanpa membedakan kemampuan siswa; (2) dalam kelompok belajar dan latihan yang didasarkan pada kemampuan belajar, bakat, dan minat siswa; (3) dalam program pengajaran khusus sesuai dengan kebutuhan siswa (pengajaran perbaikan atau pro¬gram pengayaan), dan (4) kegiatan penyiapan din untuk mengikuti ulangan dan/ atau ujian kenaikan kelas.
Penempatan/penyaluran siswa di kelas III dan IV pada dasarnya sama dengan hal tersebut di kelas-kelas sebelumnya. Sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa-siswa Kelas III dan IV sudah dapat diajak berbicara tentang kemungkinan dan rencana penempatan/penyaluran yang akan dilakukan oleh Guru Kelas.
3. Layanan Penguasaan Konten
Layanan pembelajaran di Kelas III dan IV pada umumnya merupakan peningkatan dari layanan sejenis di kelas-kelas sebelumnya. peningkatannya itu mencakup materi-materi yang berkaitan dengan mata-mata pelajaran yang diikuti di Kelas III dan IV dan Materi-materi tersebut pada pokoknya adalah (a) pemantapan materi di Kelas I dan II; (b) bantuan terhadap siswa dalam mengatur jadwal kegiatan belajar (baik disekolah maupun di rumah), kegiatan olah raga, dan kegiatan lainnya; (c) bantuan kepada siswa menemukan dan memanfaatkan sumber dan alat bantu belajar yang diperlukan; (d) bantuan kepada siswa untuk memperbaiki buku catatan pelajarannya; (e) bantuan kepada siswa dalam kegiatan belajar sendiri, belajar kelompok, dan mengerjakan tugas-tugas. Materi yang diberikan dalam bimbingan belajar ini amat erat kaitannya dengan program pengajaran perbaikan dan pengayaan.
Sesuai dengan perkembangan kemampuan mereka, siswa-siswa Kelas III dan IV SD sudah dapat lebih aktif terlibat di dalam pelayanan bimbingan dan konseling untuk mereka. Sebagaimana dalam pelayanan informasi, dan penempatan/ penyaluran, dalam layanan pembelajaran para siswa dapat lebih menghayati dan lebih aktif mengikuti kegiatan serta terlibat secara aktif dan langsung dalam setiap materi layanan pembelajaran. Dalam keadaan seperti itu Guru Kelas akan lebih mudah menggerakkan para siswa dalam pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya.
b. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Di Kelas III dan IV SD pelaksanaan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling tidak jauh berbeda dari pelaksanaannya di kelas-kelas sebelumnya.
a. Aplikasi Instrumentasi dan Himpunan Data
Sesuai dengan kemampuan membaca dan menulis yang sudah cukup berkembang, para siswa sudah dapat mengisi daftar isian sederhana, misalnya tentang mata-mata pelajaran yang disukainya, has-has yang tidak disukainya di sekolah dan di rumah, apa-apa yang disukai dan tidak disukai tentang kawan-kawannya. Demikian juga, peta sosiogram berdasarkan jawaban tertulis para siswa tentang hubungan antar mereka sudah dapat disusun. Hasil karangan dalam berbagai judul yang menggambarkan keadaan, keinginan dan "cita-cita" awal mereka dapat direkam secara tertulis.
Data yang diperoleh dari kegiatan di atas dapat dipergunakan oleh Guru Kelas sebagai dasar bagi diambilnya langkah- langkah pelayanan bimbingan dan konseling untuk jenis layanan tertentu dengan materi yang sesuai dengan pengungkapan para siswa itu. Selanjutnya berbagai data tersebut disimpan dalam himpunan data yang merupakan kelanjutan dari himpunan data masing-masing siswa yang dibawa dari Kelas I ke Kelas II, dan sekarang dipelihara serta dilengkapi di Kelas III dan IV. Di samping berisi hal-hal tersebut, di atas himpunan data itu diperkaya lagi dengan berbagai catatan anekdot yang dapat direkam dan dikumpulkan dari waktu ke waktu.
b. Konferensi Kasus
Sama dengan kegiatan sejenis di Kelas I dan II.
c. Kunjungan Rumah
Pada dasarnya sama dengan kegiatan kunjungan rumah untuk Kelas I dan II; perbedaannya ialah bahwa siswa Kelas III dan IV sudah mulai dapat diajak mempersiapkan kunjungan rumahnya dan diajak membicarakan hasil kunjungan rumah itu. Dengan demikian siswa yang bersangkutan dapat dilibatkan secara langsung dilibatkan dalam proses kunjungan rumah dan pembicaraan hasil¬-hasilnya untuk kepentingan pemecahan masalah siswa yang bersangkutan.
d. Alih Tangan Kasus
Hampir sama dengan proses alih tangan kasus untuk siswa-¬siswa Kelas I dan II perbedaaannya terletak pada dimungkinkan¬nya Guru Kelas membicarakan terlebih dahulu rencana alih tangan kasus itu kepada siswa yang bersangkutan. Siswa tersebut dapat saja menolak rencana alih tangan itu. Apabila penolakan terjadi maka Guru Kelas perlu membicarakan rencana tersebut secara lebih mendalam dengan siswa, jika perlu dengan mengikutserta¬kan orang tuanya, sehingga kunjungan-keuntungan alih tangan itu dapat dipahami dan diterima oleh siswa dan orang tuanya.
3. Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Belajar Di SD Kelas V Dan VI
a. Layanan Bimbingan dan Konseling
1) Layanan Orientasi dan Informasi
Materi layanan orientasi dan informasi di Kelas V dan VI lebih luas dan berkembang daripada hal yang sama di kelas kelas sebelumnya. Materi bimbingan belajar meliputi pokok-pokok berikut :
- pemantapan materi di Kelas III dan IV
- orientasi belajar di Kelas V (baru) dan Kelas VI (baru)
- informasi tentang mata pelajaran dan kegiatan lainnya yang perlu dikembangkan di Kelas V atau VI.
- informasi tentang pengaturan jadwal kegiatan belajar (baik di sekolah. maupun di rumah). kegiatan olah raga, latihan keterampilan, pelajaran tambahan, dan kegiatan ekstra-kurikuler. sesuai dengan tingkatan kelasnya (Kelas V atau Kelas VI).
- informasi tentang fasilitas sumber dan alat bantu belajar, termasuk alat-alat olah raga, yang ada di Kelas V atau VI, dan bagaimana memanfaatkannya.
- informasi tentang bagaimana mencatat materi pelajaran dari guru secara efektif dan efisien, serta bagaimana membuat ringkasan pelajaran.
- informasi tentang bagaimana belajar di tempat latihan keterampilan, dan di lapangan olah raga.
- informasi tentang bagaimana membaca buku secara efektif dan efisien, meringkas buku, dan belajar di perpustakaan.
- informasi bagaimana mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian, menjawab soal-soal ujian, serta mengikuti EBTA dan EBTANAS. informasi tentang syarat-syarat lulus SD dan apa akibatnya kalau tidak lulus SD.
- informasi tentang syarat-syarat memasuki dan mendaftarkan diri untuk masuk SLTP atau sekolah yang sederajat.
- Informasi tentang sekolah lanjutan yang dapat dimasuki oleh lulusan SD pada umumnya dan orien¬tasi keadaan sekolah-sekolah tersebut yang terdapat di sekitar SD yang bersangkutan.
Butir-butir di atas menggambarkan bahwa layanan orientasi dan informasi di kelas-kelas tinggi SD memang lebih kompleks. Untuk menyelenggarakan layanan seperti itu seringkali Guru Kelas tidak sepenuhnya mampu. Guru Kelas perlu mendatangkan nara sumber dari luar sekolah. Peranan Kepala Sekolah dalam mendatangkan nara sumber itu amat menentukan. Demikian juga, para siswa (khususnya Kelas VI) dapat dibawa untuk meninjau (melakukan orientasi) ke SLTP tempat mereka akan melanjutkan pelajaran, dan ke tempat-tempat kerja sederhana (misalnya industri/ perusahaan kecil).
2) Layanan Penempatan/Penyaluran
Pola dan materi layanan penempatan/penyaluran tetap sama dengan layanan sejenis yang di lakukan di Kelas III dan IV.
3) Layanan Penguasaan Konten
Layanan pembelajaran bermaksud menguatkan sikap dan kebiasaan belajar yang telah terbina sejak Kelas I s.d Kelas IV Serta mendorong lebih jauh lagi penguasaan siswa terhadap berbagai hal yang diperlukan baik yang menyangkut mata pelajaran yang diikutinya maupun aspek-aspek lain dalam kehidupannya sebagai pelajar, anggota. keluarga, warga masyarakat, dan warga negara. Materi layanan penguasaan konten bidang bimbingan belajar meliputi hal-hal pokok antara lain (1) pemantapan materi di Kelas III dan IV; (2) bantuan kepada siswa dalam pengaturan jadwal kegiatan belajar (baik di sekolah maupun di rumah), dan kegiatan kegiatan lainnya; (3) bantuan kepada siswa dalam menemukan dan menggunakan sumber dan alai bantu belajar yang diperlukan (jika perlu sampai mencari di luar sekolah) demi keberhasilan belajarnya; (4) bantuan kepada siswa dalam mencatat materi pelajaran dan membuat ringkasan pelajaran; (5) bantuan kepada siswa tentang bagaimana belajar di tempat latihan keterampilan, dan di lapangan olah raga; (6) bantuan kepada siswa dalam hal membaca buku yang efisien, meringkas buku, dan belajar di perpustakaan; (6) bantuan kepada siswa dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti ulangan dan ujian-ujian; (7) kegiatan diskusi tentang kemungkinan tamat dari SD dan memasuki sekolah lanjutan.
Untuk menyelenggarakan layanan penguasaan konten di sekolah Guru Kelas memerlukan bantuan, baik nara sumber ataupun Guru Pembimbing. Di samping itu, Guru Kelas dapat mengaktifkan siswa-siswa yang pandai di kelasnya menjadi "tutor sebaya" untuk membantu kawannya dalam mencapai berbagai materi kegiatan layanan pembelajaran itu. Tutor sebaya itu perlu diberi pengarahan terlebih dahulu oleh Guru Kelas tentang spa yang harus dilakukannya.
4) Layanan Konseling Perorangan
Layanan konseling perorangan di kelas tinggi SD adalah mungkin dilaksanakan mengingat (1) permasalahan yang dialami oleh siswa dapat amat kompleks dan perlu diatasi sendiri dan setuntas mungkin; (2) siswa sudah mampu mengutarakan diri sendiri dengan. bahasa yang jelas, dan telah mampu pula menangkap dengan bank hal-hal yang dikatakan oleh konselor dalam hubungan konseling.
Masalah-masalah siswa yang mungkin perlu ditangani melalui layanan konseling perorangan dapat beraneka ragam, baik masalah yang menyangkut kedirian siswa, hubungan sosial, masalah belajar, maupun pengembangan karier. Apabila Guru Kelas belum mampu menyelenggarakan konseling perorangan itu, siswa-siswa yang memerlukannya dapat dialihtangankan kepada Guru Pembimbing.
5) Layanan Bimbingan Kelompok
Dalam bimbingan kelompok sejumlah siswa berkumpul dan melakukan interaksi sosial untuk menerima dan/atau membahas hal-hal yang disampaikan oleh seorang nara sumber. Hal-hal yang disampaikan dan dibahas adalah sesuatu yang berguna bagi para siswa, dan melalui pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam para siswa akhirnya dapat mempergunakan hasil bahasannya itu bagi pengembangan dirinya.
Para siswa Kelas V dan VI sudah mampu terlibat langsung di dalam kegiatan kelompok yang membahas berbagai topik, seperti informasi pekerjaan, upaya mempersiapkan diri untuk ujian, rencana melanjutkan pelajaran ke SUP, keadaan kebersihan lingkungan, dan sebagainya. Dalam kegiatan kelompok itu togas Guru Kelas ialah sebagai pemberi bahan dan/atau perangsang dimunculkannya oleh para siswa topik-topik yang akan dibahas, serta mengarahkan jalannya pembahasan agar secara tepat mencapai sasaran pembicaraan.
Guru Kelas sebagai pemimpin kelompok mengatur lalu lintas pembicaraan, menjembatani berbagai pendapat dan argumentasi yang berbeda, meluruskan isi pembicaraan yang kurang tepat, serta memperluas, memperkaya dan memantapkan hasil pembicaraan kelompok sehingga keseluruhannya berguna bagi para anggota kelompok itu. Pemimpin kelompok juga perlu men¬dorong semua anggota kelompok untuk berani mengemukakan pendapat dan berpartisipasi aktif secara penuh dalam kegiatan kelompok. Dengan aktifitas dalam kelompok, seluruh anggota kelompok akan memperoleh manfaat bagi kemampuan hubungan sosial.
6) Layanan Konseling Kelompok
Berhubung dengan semakin kompleksnya permasalahan yang mungkin dialami oleh para siswa, konseling kelompok itu tidak mustahil diperlukan bagi siswa-siswa kelas tinggi SD. Apabila Guru Kelas kurang sepenuhnya mampu menyelenggarakan layanan konseling kelompok, Guru Pembimbing dari SLIP/SETA terdekat dapat dimintakan bantuannya.
b. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
1) Aplikasi Instrumentasi dan Himpunan Data
Siswa-siswa Kelas V dan VI SD telah mampu mengisi berbagai angket sederhana dan mengerjakan berbagai alat ungkap, seperti alat ungkap permasalahan yang dihadapi siswa. Apabila diperlukan mereka juga dapat mengerjakan berbagai tes (misalnya tes intelegensi, tes bakat). Penyelenggaraan berbagai instrumen itu dapat dilaksanakan dengan memakai jasa dari luar sekolah (misalnya Guru Pembimbing). Hasilnya dapat menjadi dasar pertimbangan bagi pelaksanaan layanan tertentu.
Semua data hasil instrumentasi siswa Kelas VI secara ideal akan meliputi (1) identitas pribadi siswa; (2) latar belakang rumah dan orang tua; (3) sejarah arah kesehatan siswa; (4) perkembangan nilai-nilai hasil belajar; (5) kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain di luar sekolah; (6) mental, bakat dan minat, serta kondisi kepribadian. hash tes diagnostic; (7) minat dan cita-cita awal pendidik dan jabatan; (8) prestasi khusus yang pernah diperoleh, dan karya khusus serta berbagai catatan anekdot.
2) Konferensi Kasus
Berhubung dengan lebih luasnya permasalahan siswa Kelas V dan VI, konferensi kasus yang diselenggarakan untuk mereka mungkin memerlukan keikutsertakan pihak-pihak yang lebih luas pula, misalnya perangkat desa atau kecamatan, pemuda Karang Taruna, dan sebagainya, sesuai dengan kandungan masalah yang dibahas.
3) Kunjungan Rumah
Siswa kelas V dan VI SD lebih besar lagi kemampuannya untuk diaktifkan dalam kunjungan rumah demi terentasnya masalah¬masalah mereka. Sebagian data rumah dan keluarga bahkan diharapkan dapat diperoleh diri siswa yang bersangkutan secara langsung.
4) Alih Tangan Kasus
Pembahasan tentang rencana alih tangan kasus telah dapat dilakukan secara penuh dengan siswa Kelas V dan VI yang bersangkutan. Kesadaran siswa tentang perlunya alih tangan itu dapat dipahami dan diterima oleh siswa dan orang tuanya akan merupakan modal utama bagi keberhasilan alih tangan kasus tersebut.
D. Evaluasi Pelaksanaan Program BK Belajar Anak SD
Penilaian merupakan langkah penting dalam manajemen program bimbingan. Tanpa penilaian keberhsilan atau kegagalan pelaksanaan program bimbingan yang telah direncanakan tidak mungkin diketahui / diidentifikasi. Dilihat dari penilaian tersebut bebeapa ahli telah mengemukakan pengertian tentang evaluasi (Evaluating).
Menurut pendapat “Good“ yang dikutip oleh I.Jumhur dan Moch. Surya (1975:154), tentang evaluasi adalah proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melalui penilaian yang dilakukan dengan seksama. Sejalan dengan rumusan diatas, Arthur Jones memberikan batasan tentang evaluasi adalah sebagai proses yang menunjukkan kepada kita sampai berapa jauh tujuan – tujuan program sekolah dapat dilaksanakan.
Menurut Syamsu Yusuf (2009:69) Evaluasi dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data) untuk mengetahui efektivitas keterlaksanaan dan ketercapaian kegiatan – kegiatan yang telah an tidak mungkin diketahui / diidentifikasi .Dilihat dari penilaian tersebut bebeapa ahli telah mengemukakan pengertian tentang evaluasi (Evaluating).
Menurut pendapat “Good “ yang dikutip oleh I.Jumhur dan Moch. Surya (1975:154), tentang evaluasi adalah proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melalui penilaian yang dilakukan dengan seksama. Sejalan dengan rumusan diatas, Arthur Jones memberikan batasan tentang evaluasi adalah sebagai proses yang menunjukkan kepada kita sampai berapa jauh tujuan –tujuan program sekolah dapat dilaksanakan.
Menurut Syamsu Yusuf (2009:69) Evaluasi dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data) untuk mengetahui efektivitas keterlaksanaan dan ketercapaian kegiatan – kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan. Penilaian progran bimbingan merupa-kan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Atau segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.
Menurut W.S. Winkel (2010: 820) evaluasi program bimbingan adalah mencakup usaha menilai efesiensi dan efektivitas pelayanan bimhingan itu sendiri demi peningkatan mutu program bimbingan dan konseling .
Dari berbagai pengertian evaluasi (Evaluating), dapat simpulkan bahwa evaluasi terhadap kegitan bimbingan dan konseling, mengandung tiga aspek penilaian, yaitu:
1. Penilaian terhadap program bimbingan dan konseling.
2. Penilaian terhadap proses pelaksanaan bimbingan dan konseling.
3. Penilaian terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
Langganan:
Postingan (Atom)