BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Bimbingan karir adalah
kegiatan dan layanan bantuan terhadap peserta didik agar dapat mengenal dan
memahami dirinya, mengembangkan masa depan sesuai dengan bentuk kehidupan yang
diharapkannya, mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat dan
bertanggung jawab (winkel: 673). Bimbingan karir juga bertujuan agar siswa
memperoleh pemahaman dunia kerja dan akhirnya mereka mampu menetukan
pilihan kerja dan menyusun perancanaan karir.
Untuk membantu peserta didik
dalam pengembangan karir, terdapat beberapa teori yang dapat menjadi
acuan konselor dalam memberikan layanan bimbingan karir, seperti teori
perkembangan karir Ginzberg, teori perkembangan kerir dan teori hidup super,
teori pengambilan keputusan karir behavioral Krumboltz, teori pilihan karir Ann
Roe, teori trait and factor, dan teori Holland. Dalam makalah ini akan khusus
dibahas mengenai teori perkembangan karir trait and factor.
Pengembangan instrumen asesmen dan
penyempurnaan informasi tentang okupasi terkait erat dengan teori
trait-and-faktor. Perkembangan nilai-nilai individu dalam proses pembuatan
keputusan karier juga merupakan faktor yang signifikan. Beberapa ahli
berpendapat bahwa teori trait-and-factor mungkin lebih tepat disebut psikologi
diferensial terapan.
RUMUSAN MASALAH
Telah diungkapkan sebelumnya bahwa
dalam makalah ini akan membahas tentang teori trait and factor. Yang menjadi
permasalahan, apa yang dimaksud dengan teori perkambangan karir trait and
factor.
BAB II
PEMBAHASAN
↜↬
Teori trait and factor tersusun
melalui perkembangan yang lama dan berasal dari sumbangan sejumlah pakar.
Menjadi awal dari pikiran ini adalah gagasan dari F. Parsons dalam membantu
orang-orang muda yang mencari pekerjaan. Nama-nama lain yang ikut menyumbang
bagi pengembangan teori trait and factor ini adalah D.G. Paterson, J.G.
Darley, E.G. Williamson. Para ahli-ahli tersebut memberikan sumbangan besar
dalam kemajuan psikologi diferensial yang menekankan pengungkapan ciri-ciri
kepribadian melalui alat ukur ilmiah, yang berlandas pada paham dan pengakuan
adanya perbedaan antarpribadi (perbedaan perseorangan). Psikologi diferensial
bertujuan untuk mengetahui apa kaitan dan arti penting perbedaan-perbedaan itu.
Hal-hal itulah yang juga dibahas dalam teori pengembangan karir trait and
factor.
Yang dimaksud dengan Trait
adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan
berperilaku. Ciri-ciri itu dapat diketahui melalui berbagai tes psikologis,
untuk selanjutnya data hasil testing psikologis tersebur dianalisis dengan
teknik statistik yang disebut factor analysis. Sedangkan ciri-ciri dasar
yang ditemukan disebut factor.Jadi teori Trait and Factor adalah
pandangan yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang dapat didiskripsikan
denagn mengidentifikasi sejumlah ciri, berdasarkan hasil analisis tes
psikologis yang mengukur dimensi kepribadian seseorang.
Di kalangan para pelopor teori
konseling vokasional, Parsons (1909) berpendapat bahwa bimbingan vokasional
dilakukan pertama dengan mempelajari individu, kemudian dengan menelaah
berbagai okupasi, dan akhirnya dengan mencocokkan individu dengan okupasi.
Proses ini, yang disebut teori trait-and-factor, secara sederhana dapat
diartikan sebagai mencocokkan karakter individu dengan tuntutan suatu okupasi tertentu,
yang pada gilirannya akan memecahkan masalah penelusuran kariernya. Teori
trait-and-faktor ini berkembang dari studi tentang perbedaan-perbedaan individu
dan perkembangan selanjutnya terkait erat dengan gerakan testing atau
psikometri. Teori ini berpengaruh besar terhadap studi tentang deskripsi
pekerjaan dan persyaratan pekerjaan dalam upaya memprediksi keberhasilan
pekerjaan di masa depan berdasarkan pengukuran traits yang terkait dengan
pekerjaan. Karakteristik utama dari teori ini adalah asumsi bahwa individu
mempunyai pola kemampuan unik atau traits yang dapat diukur secara objektif dan
berkorelasi dengan tuntutan berbagai jenis pekerjaan.
Williamson merupakan seorang
pendukung kuat konseling berdasarkan teori trait-and-factor. Penggunaan prosedur
konseling Williamson menggunakan pendekatan trait-and-factor yang dikembangkan
dari karya Parsons. Bahkan ketika diintegrasikan ke dalam teori-teori bimbingan
karier lain, pendekatan trait-and-faktor memainkan peranan yang sangat vital.
Dampak dan pengaruhnya terhadap perkembangan teknik-teknik asesmen dan
penggunaan informasi tentang karier sangat besar.
Namun demikian, selama tiga dekade
terakhir ini asumsi dasar pendekatan trait-and-factor telah mendapat tantangan
yang sangat kuat. Keterbatasan testing telah dibuktikan dalam dua proyek
penelitian. Penelitian pertama dilakukan oleh Thorndike dan Hagen (1959), yang
mengikuti pola karier 10.000 laki-laki yang telah diberi tes dalam angkatan
bersenjata pada masa Perang Dunia II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tes yang diberikan 12 tahun sebelumnya tidak akurat memprediksi keberhasilan
karier karena berbagai alas an. Banyak individu yang menjabat pekerjaan yang
tidak berhubungan dengan hasil pengukuran kemampuannya. Penelitian lain oleh
Ghiselli (1966) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan prediksi keberhasilan
dalam program pelatihan kerja berdasarkan hasil tes hanya moderat saja. Pada
umumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tes saja tidak memberikan
cukup informasi untuk dapat memprediksi secara akurat keberhasilan karier di
masa depan.
Pada tahun 1984, Brown
berargumentasi bahwa teori trait-and-faktor tidak pernah sepenuhnya difahami.
Dia mengemukakan bahwa para pendukung pendekatan trait-and-faktor tidak pernah
menyetujui penggunaan testing secara berlebihan dalam konseling karier.
Misalnya, Williamson (1939) mengemukakan bahwa hasil tes hanya salah satu cara
saja untuk mengevaluasi perbedaan individu. Data lain, seperti pengalaman kerja
dan latar belakang individu pada umumnya, merupakan faktor yang sama pentingnya
dalam proses konseling karier.
Para teoritikus aliran ini
mengemukakan, peningnya kecocokan antara ciri pribadi orang dan
persyaratan kerja; makin cocok, makin besar peluang orang itu mencapai
produktivitas dan memperoleh kepuasaan.
Ø Konsep Utama
Teori Trait and Factor
Kepribadian merupakan suatu sistem
sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan,
minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling Trait and Factor
adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan
pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya.
Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan
kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, serta tugas konseling Trait and
Factor adalah membantu individu dalalm memeperoleh kemajuan memahami dan
mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri
dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir
(Shertzer & Stone, 1980, 171).
Ø Proses Konseling
Peranan konselor menurut teori ini
adalah memberitahukan konseli tentang berbagai kemampuanya yang diperoleh
konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula konselor mengetahui
kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli. Pendekatan teori ini sering disebut kognitif rasional karena
peranan konselor dalam konseling ialah memberitahukan, memberi informasi, dan
mengarahkan konseli. Williamson “ hubungan konseling merupakan hubungan yang
sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian
konselor bukan hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan
potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien berkembang ke satu arah
yang terbaik baginya”.
Proses konseling dibagi 5 tahap :
Proses konseling dibagi 5 tahap :
1. Analisis
Merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan
data dan informasi klien atau konseli.
2. Sintetis
Merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari
hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan
serta kekuatanya, dan kemampuan penyesuaian diri.
3. Diagnosis
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan
hendaknya dapat menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada
permasalahan, sebab-sebabnya, serta sifat-sifat klien yang relevan dan
berpengaruh kepada proses penyesuaian diri. Diagnosis terdiri dari 2 langkah penting:
a. Identifikasi masalah yang sifatnya
deskriptif, misalnya dengan menggunakan kategori Bordin atau Pepinsky atau
kategori lainya.
Kategori diagnostik Bordin
·
Dependence atau ketergantungan.
·
Lack of information atau kurangnya
informasi.
·
Self-conflict .
·
Choice-anxiety atau kecemasan dalam
memnuat pilihan.
Kategori Pepinsky
o Lack
of assurance atau kurangnya dukungan.
o Lack
of information atau kurangnya informasi.
o Lack
of Skill atau kurangnya keterampilan.
o Dependence atau ketergantungan.
o Self-conflict.
b. Menentukan sebab-sebab, yang
mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala. Prognosis,
misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk
pengerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin belajar menjadi dokter.
dengan demikian konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai
tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang berarti ia mampu
dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
4. Konseling
Merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan simbur
diri sendiri maupun sumber diluar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan
penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuanya. Ada 5 jenis sifat konseling:
o Belajar terpimpin menuju pengertian diri.
o Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan
individu dalam mencapai tujuan kepribadianya dan penyesuaian hidupnya.
o Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan
terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari.
o Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan
efektif.
o Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau
penyaluran.
5. Tindak lanjut
Mencakup bantuan kepada klien dalam
mengahadapi masalah baru dengan mengingatkanya kepada maslah sumbernya sehingga
menjamin keberhasila konseling.
Ø Teknik Konseling
“ teknik konseling harus disesuaikan
dengan individualitas klien, dan kita tidak dapat menghindari kenyataan bahwa
setiap masalah menuntut fleksibelitas dan keragaman konseling” ( Williamson, dalam Petterson, 1996, hal 36).
Teknik-teknik yang sering digunakan dalam proses konseling :
Penggunaan hubungan intim (rapport).
Konselor menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat pribadi,
penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam klien.
Memperbaiki pemahaman diri. Koseli harus memahami kekuatan
dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatanya dalam upaya
mengatsi kelemahanya. Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan.
Konselor mulai bertolak dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap konselor dan
kemudian menunjukan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil
diagnosis.
ada 3 metode pemberian nasehat yang
adapat digunakan konselor;
·
Nasihat langsung ( direct advising),
dimana konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya.
·
Metode persuasif, dengan menunjukan
pilihan yang pasti secara jelas.
·
Metode penjelasan, yang merupakan
metode yang paling dikehendaki dan memuaskan.
·
Melaksanakan renacana, konselor
memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan serta
implementasinya.
Menunjukan kepada petugas lain atau
referal, jika konselor merasa tidak mampu menangani masalah konseli, maka ia harus
merujuk konseli kepada pihak lain yang dopandang lebih kompeten untuk membantu
konseli.
Ø Keunggulan dan
Kelemahan Teori Trait and Factor
Para teoritikus aliran ini
mengemukakan, peningnya kecocokan antara ciri pribadi orang dan
persyaratan kerja; makin cocok, makin besar peluang orang itu mencapai
produktivitas dan memperoleh kepuasaan. Yang menjadi masalah, adalah bagaimana
menilai ciri kepribadian dan memperoleh informasi pekerjaan yang andal. Untuk
pengambilan keputusan kerja Parsons mengemukakan tiga hal serangkai yaitu:
pribadi-pekerjaan-kecocokan (pribadi dengan pekerjaan). Individu perlu dibantu
memperoleh pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya, pemahaman yang
lengkap mengenai syarat-syarat untuk berhasil dalam suatu pekerjaan, dan
berlandaskan informasi dan pemahaman itu, menerapkan “penalaran yang benar”
dalam proses pengambilan keputusan (Crites,1981; Brown. 1984). Jadi akar akar
teori trait and factor ini adalah pandangan tentang kecocokan cirri-ciri
pribadi dengan pekerjaannya, yang menurut Crites tersusun atas tiga asumsi,
yaitu:
1. Dengan ciri psikologisnya yang khas,
bagi setiap orang yang paling cocok adalah bekerja di suatu jenis pekerjaan
tertentu.
2. Sekelompok pekerja dalam
pekerjaan-pekerjaan yang berlainan mempunyai ciri psikologis yang berlainan
pula.
3. Penyesuaian vokasional berbeda-beda,
selaras dengan seberapa jauh kesesuaian antara cirri-ciri pekerja dan tuntutan
pekerjaan.
Dalam perkembangannya selanjutnya, teori trait and factor
mengalami penyesuaian-penyesuain dari rumusannya yang semula, yaitu pilihan
jabatan berdasarkan pencocokan sifat pribadi dengan syarat jabatan. Paham yang
kemudian menyatakan bahwa pilihan pekerjaan tidak sekedara soal pencocokan
sifat diri dengan pekerjaan. Dilakukan adaptasi teori ini, dengan
mempertimbangkan segi-segi kehidupan yang lebih luas termasuk kognitif,
nonkognitif, dan bahwa tingkah laku orang itu berorientasi dengan tujuan.
Dipertimbangkan pula nilai sebagai faktor atau sumber tingkah laku. Komitmen
nilai ini dikenali dengan menggunakan tes-tes kepribadian.
Ciri dari teori Trait and Factor ini adalah asumsi bahwa
orang memiliki pola kemampuan dan minat yang dapat diketahui melalui testing,
dapat juga diselidiki kualitas-kualitas apa yang dituntut dalam berbagai bidang
pekerjaan. Seseorang dapat menemukan jabatan yang cocok baginya dengan cara
mengkorelasikan kemampuan, potensi dan wujud minat yang dimilikinya dengan
kualitas-kualitas yang secara objektif dituntut bila akan memegang jabatan
tertentu. Maka, pandangan ini terutama menyoroti bagaimana seseorang akan
membuat pilihan karier (vocational choice) yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Banyak ahli dalam dalam psikologi
jabatan mempertanyakan asumsi-asumsi yang melandasi pandangan ini, yaitu “bagi
setiap orang hanya terdapat satu jabatan yang cocok baginya” dan pilihan
jabatan (career choice) terutama didasarkan pada identifikasi kemampuan
pertemuan individual melalui testing”. Kedua asumsi ini sangat membatasi jumlah
faktor yang dapat ditinjau dalam proses perkembangan karir dan karena itu teori
trait and factor dinilai tidak memberikan banyak sumbangan untuk memperoleh
konsepsi yang menyeluruh tentang proses perkembangan karir seseorang.
Dalam Winkle dan MM Sri Hastuti
(2007:414) terdapat beberapa kelemahan dari teori trait and factor, yaitu
sebagai berikut:
a. Kualifikasi yang dituntut dari
seorang pekerja bukan hanya meliputi kemampuan kognitif dan pola minat,
melainkan juga sifat-sifat kepribadian seperti motivasi, yang pafa hakekatnya
cirri-ciri kepribadian itu belum dapat diukur secara pasti.
b. Kurang diindahkan adanya pengaruh
dari perasaan, keinginan, dambaan aneka nilai budaya (cultural values),
nilai-nilai kehidupan, dan cita-cita hidup, terhadap jabatan perkembangan anak
dan remaja (vocational development) serta pilihan program atau bidang studi dan
bidang pekerjaan (vocational choice)
c. Diandaikan bahwa pilihan jabatan dan
pilihan program studi terjadi sekali saja dan inipun bersifat keputusan
terakhir, dengan berpikir secara rasional padahal pilihan seperti ini tidak
dibuat sekali saja tapi dibuat secara bertahap dari pilihan intermediar sampai
pada pilihan definitive dan bukan hanya berdasarkan proses rasional berpikir
saja.
d. Kurang diperhatikan peranan keluarga
dekat, yang ikut mempengaruhi rangkaian pilihan anak dengan cara mengungkapkan
harapan, dambaan, dan memberikan pertimbangan untung rugi sambil menunjuk pada
tradisi kelarga.
e. Kurang diperhitungkan
perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut memperluas dan
membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
f. Kurang disadari bahwa konstelasi
kualifikasi yang dituntut untuk mencapai sukses di suatu bidang pekerjaan atau
bidang studi dapat berubah selama tahun-tahun yang akan datang.
g. Pola cirri-ciri kepribadian tertentu
belum pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang terbuka bagi seseorang,
karena orang dari berbagai pola ciri kepribadian dapat mencapai sukses dibidang
yang sama.
Meskipun pandangan trait and factor ini mengandung beberapa
kelemahan sebagaimana dijelaskan diatas, namun pandangan ini mempunyai
relevansi bagi bimbingan karir dan bimbingan konseling karir di institusi
pendidikan. Data tentang diri peserta didik sendiri (data psikologis) merupakan
bahan pertimbangan penting dalam merencanakan karir, asal kata itu tidak hanya
dibatasi pada data hasil testing psikologis. Demikian pula data tentang
kualifikasi-kualifikasi yang dibutuhkan dalam memegang suatu jabatan merupakan
sebagian data tentang lingkungan hidup (data sosial) yang harus ikut
dipertimbangkan. Di samping itu, pemikiran tentang pencocokan antara data
psikologis dan data sosial dalam membuat pilihan jabatan dapat membantu konseli
dan konselor, asal mencocokan itu tidak diartikan sebagai usaha untuk menemukan
satu-satunya jabatan yang pasti cocok, melainkan sebagai usaha untuk menemukan
berbagai alternatif pilihan yang kemudian dipertimbangkan pro dan kontranya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari pemabahasn diatas, dapat disimpulkan bahwa Trait
adalah suatu cirri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan
berperilaku. Ciri-ciri itu dapat diketahui melalui berbagai tes psikologis,
untuk selanjutnya data hasil testing psikologis tersebur dianalisis dengan
teknik statistik yang disebut factor analysis. Sedangkan ciri-ciri dasar
yang ditemukan disebut factor. Jadi teori Trait and Factor adalah
pandangan yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang dapat didiskripsikan
denagn mengidentifikasi sejumlah ciri, berdasarkan hasil analisis tes
psikologis yang mengukur dimensi kepribadian seseorang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar