BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pada dasarnya,
istilah sikap digunakan secara umum untuk menunjuk status mental seseorang.
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari individu yang selalu
diarahkan terhadap suatu hal atau objek tertentu dan bersifat tertutup. Oleh
sebab itu, manifestasi sikap tidak dapat langsung di lihat, namun hanya dapat
di tafsirkan dari tingkah laku yang tertutup tersebut. Di samping sikap yang
bersifat tertutup, sikap juga bersifat sosial, dalam arti kita sebagai
manusia hendaknya dapat beradaptasi dengan orang lain ataupun lingkungan
sosial disekitar kita. Kesadaran individu untuk menentukan tingkah laku nyata
dan tingkah laku yang mungkin terjadi itulah yang di namakan sikap.
Secara nyata,
sikap menunjukkan adanya kesesuaian antar reaksi dan stimulus tertentu dalam
kehidupan sehari – hari yang merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Sikap masih merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
bukan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, sikap belum merupakan
tindakan atau aktivitas, namun merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
tersebut.
Seperti
dikatakan Siti Partini, sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif
atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten (Siti Partini,
1984, hlm.76). Konselor perlu memahami tentang konsep sikap, karena sikap
sangat mempengaruhi perilaku individu (klien), atau dapat dikatakan bahwa setiap
perilaku yang ditampakkan individu merupakan perwujudan dari sikapnya. Untuk
itu untuk mengubah perilaku individu terlebih dahulu harus mengubah sikapnya. Dalam
hal ini konselor perlu menyadari bahwa perubahan sikap dari negatif menjadi positif adalah salah
satu dari tujuan bimbingan dan konseling.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, untuk memudahkan dalam
penyusunan makalah ini, penulis menyusun beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana
tingkatan dan determinan sikap ?
2. Bagaimanakah konseling
dan perubahan sikap ?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah layanan konseling
diperluas
2. Untuk mengetahui tingkatan dan determinan sikap
3. Untuk mengetahui konseling dan perubahan sikap
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DETERMINAN SIKAP
1.
Tingkatan sikap
Ø
Menerima
Individu ingin dan memperhatikan rangsangan
(stimulus) yang diberikan objek. Misalnya, sikap seorang ibu terhadap KB, dapat
dilihat dari kesediaan dan perhatian ibu tersebut untuk menghadiri penyuluhan
tentang KB.
Ø Merespon
Individu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Misalnya ibu hamil yang dianjurkan memeriksa kehamilannya minimal empat kali selama kehamilannya dan melaksanakannya.
Individu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Misalnya ibu hamil yang dianjurkan memeriksa kehamilannya minimal empat kali selama kehamilannya dan melaksanakannya.
Ø Menghargai
individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Misalnya seorang ibu mengajak orang lain untuk pergi menimbang putranya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang manfaat imunisasi.
individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Misalnya seorang ibu mengajak orang lain untuk pergi menimbang putranya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang manfaat imunisasi.
Ø Bertanggung jawab
Individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung
segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya. Misalnya, seorang ibu
yakin bahwa KB sangat bermanfaat terhadap kesehatannya sehingga ia tetap
menjadi aseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari orang lain.
2.
Determinan
sikap
Walgito (2001)
mengungkapkan empat hal penting yang menjadi determinan (faktor penentu) sikap
individu.
1.
Faktor
Fisiologis
Faktor
yang menentukan sikap individu adalah umur dan kesehatan. Misalnya, orang muda
umumnya bersikap kurang perhitungan dengan akal, sedangkan orang tua bersikap
dengan penuh kehati-hatian dan orang sakit memiliki sikap yang lebih sensitive
dibandingkan dengan yang tidak.
2.
Faktor Pengalaman
Langsung Terhadap Objek Sikap
Sikap seseorang
terhadap objek sikap akan dipengaruhi oleh pengalaman langsung orang yang
bersangkutan dengan objek sikap tersebut. Misalnya, pasien yang pernah dirawat
sangat baik oleh perawat akan menaruh sikap positif terhadap perawat tersebut.
3.
Faktor Kerangka
Acuan
Kerangka acuan
yang tidak sesuai dengan objek sikap, akan menimbulkan sikap yang negatif
terhadap objek sikap tersebut. Misalnya sikap individu terhadap hubungan
sebelum nikah. Seorang individu yakin bahwa hubungan seksual sebelum nikah
tidak sesuai dengan norma masyarakat dan agama, oleh karena itu individu
tersebut tidak akan melakukan hal tersebut sebelum melaksanakan pernikahan.
4.
Faktor
Komunikasi Sosial
Informasi yang
diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu
tersebut. Misalnya, masyarakat mendengar informasi dari TV bahwa mulai bulan
depan harga BBM turun sehingga sikap masyarakat terhadap pemerintah bersifat
positive.
B.
Konseling dan Perubahan Sikap
1.
Teori Keseimbangan
Pada teori ini
fokusnya terletak pada upaya individu untuk tetap konsisten dalam bersikap
dalam hidup yang melibatkan hubungan- hubungan antara seseorang dengan dua
objek sikap dan dalam bentuk sederhana, ketiga elemen tersebut dihubungkan
dengan :
a.
Sikap Favorable
(baik, suka, positif).
b.
Sikap
Unfavorable (buruk, tidak suka, negatif).
2.
Teori Atribusi
Pada teori ini fokusnya terletak pada bagaimana
individu mengetahui akan sikapnya dengan mengambil kesimpulan sendiri dan
persepsinya tentang situasi. Pada teori ini implikasinya adalah perubahan
perilaku yang dilakukan seseorang menimbulkan kesimpulan pada orang tersebut
bahwa sikapnya telah berubah.
3. Teori Kognitif
Apabila seseorang harus memilih perilaku mana
yang mesti dilakukan, maka pada umumnya yang bersangkutan akan memilih
alternatif perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang
bersangkutan.
4. Teori Dorongan
Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa
organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan
ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme
berperilaku.
5. Teori Insentif
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa
perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan
mendorong organisme tersebut berbuat atau berperilaku.
Dari lima teori konseling, dikembangkan model pendekatan
untuk konseling.
1. Konseling
Berpusat Klien
Digunakan untuk menangani konseli yang menentukan
pilihan-pilihan yang terkait dengan kehidupannya sehari-hari, tetapi tidak
terkait dengan karir/jabatan tertentu, misalnya pilihan untuk tinggal di kost,
pilihan agama, pilihan untuk tinggal dengan ayah tiri/ayah kandung, dan
sebagainya. Selanjutnya, dalam proses konseling, pendekatan ini dapat disebut wawancara
pengambilan keputusan (Decision Making Interview [DMI]).
2. Konseling
Sifat dan Faktor
Digunakan untuk menangani masalah
konseli terkait dengan pilihan-pilihan hidup yang berhubungan dengan
karir/jabatan, misalnya kebingungan dalam memilih perguruan tinggi, SMA,
jurusan, dan sebagainya. Konselor menjelaskan sumber masalah yang dialami
konseli. Konselor mengajak konseli untuk membuat perbandingan dengan melihat
keuntungan dan kerugian dengan beberapa pilihan yang menjadi kesulitannya.
Memberikan pertanyaan-pertanyaan pembanding dengan kata mungkinkah, inginkah,
dan bisakah. Selanjutnya, konselor mengarahkan konseli agar bisa
memutuskan pilihannya.
3. Konseling
Behavioristik
Digunakan untuk membantu masalah
konseli yang terkait dengan perilaku-perilaku maladaptif, misalnya takut pada
cicak, ketinggian, kolam renang, kepemimpinan, dan sebagainya.
4. Konseling
Emotif Rasional
Dapat digunakan untuk membantu konseli yang berpandangan
irrasional (irrational belief), misalnya berpikir gurunya adalah momok
dalam hidup, ayahnya adalah virus dalam hidup, ia adalah anak yang tidak
berguna, dan sebagainya. Jadi, konselor menjelaskan sumber masalah yang dialami
konseli. Konselor memberikan pandangan-pandangan yang akan mengubah pikiran
irasional konseli. Untuk mengubah pandangan tersebut, konselor menentang
pikiran irasional (dispute) konseli dengan pertanyaan-pertanyaan. Dengan
demikian, konseli diharapkan akan mengubah pandangan irasionalnya (efek).
5. Ekletik
Digunakan untuk membantu konseli yang kurang bisa
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sekitar, misalnya tidak betah
tinggal di rumah, tidak kerasan tinggal di kelas baru, kurang nyaman dengan
rumah baru, dan sebagainya. Selanjutnya pendekatan ini disebut konseling
penyesuaian diri (self-adjustment counseling). Pemilihan teknik
konseling yang digunakan oleh konselor dalam proses konseling yang akan dipengaruhi
oleh keyakinan dan gaya kepribadian yang paling cocok dengan pendekatan atau
teknik tertentu. Pendekatan ekletik ini menggunakan teori belajar, teori
pengembangan karier, sosiologi, ekonomi, dan teori membuat keputusan,
tugas-tugas perkembangan untuk mencapai tujuan.
Mengingat keunikan, keragaman dan kompleksitas masalah yang
dihadapi setiap konseli, maka dalam praktiknya upaya pemecahan masalah konseli
seringkali tidak bisa diselesaikan melalui satu pendekatan tertentu secara
eksklusif. Oleh karena itu, konselor dapat memilih dan mengkombinasikan
berbagai pendekatan yang ada untuk diterapkan dalam membantu menyelesaikan
masalah konseli. Pendekatan konseling semacam ini dikenal dengan sebutan
konseling ekletik.
Pendekatan konseling ekletik berarti konseling yang
didasarkan pada berbagai konsep dan tidak berorientasi pada satu teori secara
eksklusif. Ekletikisme berpandangan bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan
konsep, prosedur dan teknik. Karena itu ekletikisme “dengan sengaja”
mempelajari berbagai teori dan menerapkannya sesuai dengan keadaan diri klien.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan
untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di
dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain
itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau
negatif terhadap obyek atau situasi. Ada beberapa faktor penentu yang dapat
menyebabkan munculnya sikap tertentu pada individu yaitu : faktor fisiologis,
faktor pengalaman langsung terhadap
objek sikap, faktor kerangka acuan dan faktor komunikasi sosial.
Adapun teori konseling yang berkaitan dengan perubahan sikap
konseli ialah
teori keseimbangan, teori atribusi, teori insentif ,teori kognitif dan teori dorongan.
B. Saran
Makalah kami ini masih jauh dari
kata sempurna untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
dari para pembaca sekalian demi tercapainya kesempurnaan dari makalah kami ini
kedepannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar